Suatu saat di satu wilayah terjadi bencana alam yang luar biasa. Kepungan lahar panas mengepung dua buah desa. Jika tidak ada keajaiban, maka desa dan seluruh penduduknya akan lenyap terkubur. Tetapi karena pemimpin kedua desa itu adalah orang-orang yang sangat taat beribadah, maka Tuhan masih berkenan memberikan kesempatan kepada keduanya untuk menyelamatkan penduduk desa itu.
Dia mengutus malaikat untuk menyampaikan perintah kepada kedua pemimpin itu untuk menyelamatkan warga desanya. Dia hanya memberikan satu syarat yang tertulis dalam surat yang terbungkus amplop tertutup. Isinya adalah persyaratan yang mengatur kedua pemimpin desa itu dalam memilih siapa saja yang akan diselamatkan. Surat itu diperintahkan dibaca setelah kedua pemimpin itu selesai menjalani ujian.
Malaikat itupun membawa mereka ke atas bukit yang tinggi. Tempat yang baru saja disediakan untuk menampung warga desa mereka nantinya.
Secara terpisah, tanpa mengetahui satu sama lain kemudian mereka ditawarkan siapa saja yang akan diselamatkan.
Malaikat: “ Hai Tuan A. Urutkan siapa saja penduduk desamu yang akan kau selamatkan?”
Tanpa terlalu banyak berpikir Tuan A menjawab : “Saya dahulu Tuan”.
Malaikat : “Apa alasan Anda memilih diri sendiri pertama kali?”.
Tuan A: “Saya akan mempersiapkan dan memimpin mereka kembali agar desa menjadi makmur. Tanpa saya, saya takut mereka akan seperti anak ayam kehilangan induk Tuan. Mereka akan kebingungan”.
Malaikat: “Kalau begitu, hanya Anda yang dapat saya selamatkan. Setelah ini segeralah Tuan menuju ke desa Anda”.
Dalam hati Tuan A bertanya-tanya, campur antara rasa sedih karena tidak bisa menyelamatkan keluarga dan warga desanya, dengan rasa suka karena dirinya selamat dari bencana.
Kemudian malaikat menanyai Tuan B.
Malaikat: “Wahai Tuan B. Urutkan siapa saja penduduk desa Anda yang akan kau selamatkan?”.
Dengan mantap Tuan B menjawab: “ Ibu dan Bapak saya Tuan …”.
Malaikat: “Lalu …?”
Tuan B: “ Anak dan istri saya Tuan …”
Malaikat: “Lalu …?”
Tuan B: “ Kakek dan nenek saya Tuan …”
Malaikat: “Lalu …?”
Tuan B: “ Pegawai-pegawai saya Tuan …”
Malaikat: “Lalu …?”
Tuan B: “ Tetangga-tetangga saya Tuan …”
Begitu seterusnya sampai kemudian dari seluruh penduduk desa itu, hanya tinggal dia sendiri yang belum disebutkan namanya.
Kemudian untuk terakhir kalinya malaikat itu bertanya lagi: “Lalu …?”
Tuan B: “Kalau Tuan masih berkenan, mohon saya juga ikut diselamatkan Tuan …”
Malaikat: “Apa alasan permintaan Anda ini …?”.
Tuan B: “Saya ingin mendampingi dan melayani mereka Tuan. Saya bahagia menjadi pelayan bagi warga saya Tuan …”.
Malaikat: “Baiklah … Permintaanmu dikabulkan …”.
Begitu melihat seluruh penduduk desa yang dipimpin oleh sahabatnya diselamatkan, Tuan A bertanya setengah protes kepada malaikat.
Kata Tuan A “Wahai Tuan Malaikat. Kenapa sahabatku bisa menyelamatkan seluruh warga desanya sedangkan saya tidak …?”.
Dengan tenang sang malaikat itu menjawab “ Tuan-tuan sekalian. Apa yang saya lakukan adalah sesuai dengan perintah Tuhan kepada saya. Marilah kita buka surat ini dan kita baca isinya …!”.
Malaikat membuka surat dan mereka bertigapun dapat membaca isi surat itu:
“Perintahkan mereka memilih satu persatu penduduk desa yang akan diselamatkan. Siapapun boleh mereka pilih, syaratnya hanya satu “MEREKA MENJADI ORANG TERAKHIR YANG HARUS DISELAMATKAN. APABILA MEREKA SUDAH MENYELAMATKAN DIRINYA SENDIRI, MAKA MEREKA TIDAK LAGI DAPAT MENYELAMATKAN PENDUDUK DESA YANG LAIN. INI ADALAH HADIAH DAN UJIAN BAGI KEIKHLASAN MEREKA BERDUA”.
Malaikat berkata: “Tuan A, Anda memang orang shaleh yang taat beribadah, tetapi Anda lebih memikirkan diri sendiri daripada orang lain. Anda lebih memikirkan keselamatan diri sendiri. Tuan menganggap tuan begitu penting di hadapan warga, sehingga Tuan merasa bahwa warga desa tidak akan mampu bertahan tanpa keberadaan Anda. Pergilah ke desa yang telah saya sediakan …”.
Malaikat itu berkata lagi: “Tuan B, anda adalah seorang pemimpin yang sesungguhnya. Taat beribadah dan lebih memikirkan kepentingan orang lain daripada Anda sendiri. Anda memimpin warga desa Anda sebagai pelayan. Tuan tidak pernah merasa lebih penting dari orang lain. Berbahagialah Tuan dengan seluruh warga desa Tuan. Tempatilah desa yang telah saya sediakan !”.
Tuan A terperangah. Dia merasa malu dan sedih karena hanya dia sendiri yang hidup di desanya. Tanpa keluarga, tanpa tetangga dan tanpa warga desanya.
Sedangkan Tuan B hidup berbahagia dengan seluruh keluarga dan warga desanya.
Moral cerita:
Ketaatan dan keshalehan tidak hanya dalam berhubungan dengan Tuhan. Itu tidaklah cukup. Keshalehan yang bersifat individual tidak akan mendatangkan kebahagiaan. Ketaatan kepada Tuhan harus disertai keshalehan sosial. Yaitu keshalehan ketika bergaul dengan keluarga, tetangga, dan orang-orang lain di sekitar kita. Itulah bentuk keshalehan yang lengkap. Berkorban untuk orang lain akan mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya …
Salam …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar