Selasa, 31 Mei 2011

Tahu ...

Karena anak Wonosobo yang sekolah di Purworejo jumlahnya cukup banyak, maka setiap berangkat dan pulang sekolah hampir selalu ada yang bareng dalam satu angkutan. Akhirnya lama-lama kami saling mengenal atau setidak-tidaknya saling mengetahui nama satu sama lain. Kebanyakan berasal dari Sapuran sama Kepil. Dari semua anak Wonosobo yang sekolah di Purworejo waktu itu semuanya adalah anak SMA, kecuali saya. Saya adalah satu-satunya anak Wonosobo yang sekolah di Purworejo yang masih SMP (dari awal nampaknya memang sudah kurang kerjaan ya. Sekolah SMP kok jaraknya 37 km).

Senin, 30 Mei 2011

Rejeki Nomplok

Karena bosan ngekost, kelas I semester 2 saya mulai sekolah dengan nglaju (pp) Wonosobo-Purworejo. Makanya saya harus bangun pagi-pagi benar. Sebelum subuh malahan. Dan pulang sampai rumahpun sudah jam 3 sampai jam 4 sore. Anak kecil dengan jadwal sepadat itu pastilah tidak ada kesempatan untuk bermain-main lagi. Kecapekan. Makanya setiap naik angkutan, entah waktu berangkat maupun waktu pulang sekolah pasti ketiduran.

Panen Duku

Karena jarak yang jauh (37 km) maka saya biasa berangkat sekolah jam 05.00 dari rumah. Jadi untuk persiapannya saya biasa bangun jam 04.00 pagi. Moda angkutan yang saya gunakan adalah jenis Isuzu. Dan yang paling ngetop saat itu nama angkutannya adalah "MARKET".

Sabtu, 28 Mei 2011

The Emperor

Mbah Putriku adalah orang yang paling berkuasa di rumah. Di rumah kami (bahkan di kampung kami) tidak ada yang berani membantah titahnya. Semua nurut. Jalmo moro jalmo mati deh pokoknya. La Fo Yee. Itu julukan cucu-cucunya buat beliau.

Ini salah satu buktinya.

Pensilnya Tumpul

Kelas I SD aku benar-benar anak yang masih semaunya sendiri. Gak mau nulis. Gak mau ngerjain tugas. Gak takut sama guru. Gimana mau takut, orang ibu guruku waktu itu adalah tetangga sebelah rumah. Pernah waktu disuruh menulis aku diam saja. Bu Guru mendekat.
Bu Guru : " Kenang opo ora nulis ?" (Kenapa ga nulis)
Aku       : " Patelote bujel. Lancipke tah !". (Pensilnya tumpul. Rautkan donk)

Bu Guru : " ?????" (Twink ... twink ...)

Jumat, 27 Mei 2011

Kami, The Founding Father MLM di Indonesia

Saya sebenaranya termasuk orang yang tidak suka atau tidak telaten dengan perdagangan model multi level marketing. Persyaratan seseorang yang akan sukses di bidang MLM sepertinya tidak ada kriterianya dalam diri saya.
Tapi Anda jangan dulu meragukan kapasitas sejarah saya di bidang bisnis MLM ini, karena boleh dikata saya turut membidani, atau setidak-tidaknya turut menyaksikan kelahiran bisnis MLM di Indonesia.
Ceritanya begini, saat saya masih kuliah di tingkat I (sepertinya tanggal 17 Juli 1992), saya diajak oleh kakak kelas saya  Muhammad Subkhi untuk ikut dia pergi ke Gedung Karsa Pemuda, Komplek TVRI, Senayan, Jakarta. Dia katakan kepada saya dan teman-teman yang lain yaitu Agus, Heryanto (tulisannya Herjanto) Iwan, Kusnadi, dan lain-lain bahwa kami akan diajak melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan jutaan rupiah dalam sekejap. Walaupun tidak langsung percaya 100%, tetapi tentu saja mendengar iming-iming duit jutaan mata kami langsung seperti direboisasi, hijau semua. Apalagi uang saku dari orang tua kami waktu kuliah paling-paling rata-rata Rp. 75.000,- per bulan.
Saat kami tanyakan pada kakak kelas kami, dia tidak mau menjawab dengan terus terang. Penuh misteri, membiarkan kami berkhayal dengan versi sendiri-sendiri. Karena saya termasuk orang yang berpikir sangat rasional dan penuh logika, maka tebakan pekerjaan dengan kriteria singkat, dapat duit banyak dan berada di daerah Senayan menurut saya adalah membersihkan stadion utama Senayan (sekarang Gelora Bung Karno). Kebetulan waktu itu stadion baru saja dipakai konser oleh Godbless. Argumen saya diterima oleh beberapa teman. Dan kamipun mempersiapkan fisik dan mental untuk menyapu stadion raksasa itu.
Tetapi sesampainya di alamat yang kami tuju, alamaakk … Ternyata kami dikumpulkan di sebuah gedung dan disuruh ikut presentasi bisnis mlm dari AMWAY. Sekarang dikenal dengan istilah “DIPROSPEK”. Dan yang lebih memberatkan lagi ternyata kami juga dipungut biaya masuk sebesar Rp. 2.000,-. Sebenarnya kami keberatan dan hampir memilih pulang, tetapi sekali lagi kami berhasil dirayu untuk masuk dan mengorbankan pundi-pundi rupiah kami.
Eiiitss … Jangan menghakimi kami sebagai orang pelit dulu. Uang Rp. 2.000,- pada saat itu bukanlah uang kecil bung! Nasi telur masih Rp. 400,-. Nasi ayam masih Rp. 600,-. Nasi goreng spesial plus emping masih Rp. 900,-, inipun cuma bisa kami nikmati pada saat tanggal-tanggal muda saja. Salah satu temanku bahkan ada yang kiriman per bulannya hanya Rp. 45.000,-. Rp. 1.500,- perhari untuk hidup di Jakarta broer …
Jadi dia suka beli nasi tempe sebungkus. Separo buat makan pagi, separonya disisakan untuk makan siang nanti. Kalo nasib lagi apes, tidak jarang nasi yang separo sisa tadi pagi sudah dikerubuti semut. Kenapa teman saya memilih strategi beli nasi sebungkus dimakan dua kali dan tidak beli pagi separo siang separo saja? Ini adalah sebuah ide brilian dari teman saya itu. Sekelas strategi pitstop dan team order di Formula 1.
Strategi itu diciptakan untuk mensiasati buruknya ilmu matematika para penjual warteg. Karena kalau beli sebungkus harganya Rp. 250,- tetapi kalau beli separo harganya Rp. 150,-. Padahal seharusnya kan harganya Rp. 125,-. Dengan menerapkan strategi ini, temen saya itu bisa safe sebesar Rp. 50,- di tangan (padahal sebenarnya bukan matematika penjual warteg yang bodoh, tetapi ilmu akuntansi mereka yang sudah bagus. Kami saja yang waktu itu belum paham masalah fixed cost dan variable cost).
Eee..hh. Kok nglantur. Kembali ke jalur. Dalam pertemuan itu kami mendapat pengarahan mengenai bisnis mlm. Salah satu petinggi AMWAY yang ikut bicara saat itu yang masih saya ingat namanya adalah Pak Paula Agus. Pada intinya saat itu kami disuruh menjual barang dari rumah ke rumah ataupun dari orang per orang. Barang pertama yang disuruh menjual saat itu adalah pasta gigi dan shampo. Harganya saat itu kalau ga salah adalah Rp. 9.500,- per botol. Tentu saja kami terbelalak (bahkan orang lain yang kebanyakan asli pedagang atau orang-orang etnis Tionghoa yang sudah terbiasa berjualan). Kenapa? Ya karena mahalnya itu. Saat itu shampo dan pasta gigi dengan ukuran yang sama harganya sekitar Rp. 600,-.
Jadi kalo dikalkulasi harga barang-barang produk mereka 15 kali lebih mahal dari barang yang beredar di pasaran. Walaupun menurut mereka banyak kelebihannya, tapi hampir semua dari kami tidak mendaftar dan memilih pulang dengan hati hancur berkeping-keping. Rekening kami bobol sebesar Rp. 4.500,-. Dengan rincian ongkos angkutan pulang balik enam kali ganti bus sebesar Rp. 600,- (waktu itu dengan mengaku mahasiswa, ongkos sekali naik bus adalah Rp. 100,-), tiket masuk Rp. 2.000,- dan dimahali waktu makan indomie telur sebesar Rp. 1900,- (normalnya harga di pasaran adalah sebesar Rp. 900,-).
Saya yang dasarnya ga bisa berpikir serius cuma tertawa-tertawa saja, tetapi teman saya yang saya ceritakan tadi pulang dengan kepala tertunduk. Dia menyatakan bahwa seminggu ke depan dia harus menerapkan strategi baru, yaitu cuma makan dua kali sehari.
Bagi saya sendiri, ini adalah salah satu cerita yang cukup manis untuk dikenang. Entahlah untuk teman-teman yang lain …

Kamis, 26 Mei 2011

Pola Makan Hemat ...

Saya termasuk orang yang suka makan segala macam makanan. Segala jenis makanan dari daerah manapun sebisa mungkin dapat aku taklukkan. Harus doyan ! (walaupun sampai sekarang saya belum mampu menaklukkan dua jenis makanan, yaitu jengkol sama sate padang).
Saking banyaknya jenis makanan yang saya sukai sampai-sampai saya sendiri sulit menilai apa sebenarnya makanan kesukaan saya. Setiap ganti warung saya akan memesan makanan yang berbeda.
Kalau ke warung Tegal biasanya saya makan sama telur asin. Kalau ke rumah makan Padang biasanya saya makan sama telur bulat masak kuning. Kalau ke warung Lamongan biasanya sama telur dadar penyet. Kalau makan bubur ayam sama sate telur puyuh. Kalau beli nasi uduk musti pake telur masak merah. Kalau lagi di rumah sama telur ceplok. Kalau pulang kampung saya selalu minta dicarikan telur ikan. Kalau makanan China saya paling suka pesan fuyung hai. Macam-macam pokoknya lauk kesukaan saya. Susah diprediksi.
Ngomong-ngomong soal makanan. Pernah saat kuliah tingkat I, saya sama teman sekamar saya Agus bermaksud membuat program makan sehat hemat. Untuk penghematan kami berdua bertekad mau masak nasi dan lauk sendiri. Kebetulan di kost-kostan kami sudah ada panci dan kompor untuk memasak nasi. Tanpa banyak buang waktu kami segera melaksanakan niat kami. Berdua berangkat ke warung kelontong terdekat. Kami membeli beras, minyak tanah, ikan sarden kalengan dan saus. Kami memang bermaksud makan dengan lauk ikan sarden kalengan dan saus secara kontinyu demi penghematan.
Seminggu berjalan program kami berjalan lancar. Memasuki minggu ke dua kami mulai dilanda kebosanan. Lidah dan otak kami menolak dan memberontak tiap hari disuruh makan nasi putih sama ikan sarden kalengan terus menerus. Dengan berbagai pertimbangan matang akhirnya kami menghentikan proyek itu sampai waktu yang belum ditentukan. Kami lega sekali. Kamipun kembali makan di warteg. Semua lauk di warteg terdekat yang memang sudah demikian lama kami rindukan terasa enak sekali.
Akibat menjalani proyek ngawur tersebut selama setengah tahun sesudahnya kami berdua, jangankan makan ikan sarden, melihatnya saja rasanya seperti mau muntah ...

Her ...

Saya pernah ikut her untuk mata kuliah Ilmu Ekonomi Tanah. Padahal pelajaran ini termasuk yang saya sukai (setidak-tidaknya ga sebenci sama pelajaran lainnya). Waktu ujianpun aku lancar dan merasa oke-oke saja saat mengerjakannya. Tetapi rupanya dosen kami, yaitu Pak Entis Sutisna sifatnya text book. Jawaban harus persis sama dengan yang ada di buku. Akibatnya untuk mahasiswa yang  bermusuhan dengan buku model saya ini (modul PPN saya kembalikan dalam keadaan baru, itu artinya selama 1 tahun berada di tangan saya nasibnya benar-benar merana kesepian) tentu saja dapat nilai jeblok.
Empat orang yang ikut her waktu itu adalah Saya, Choirudin, Adi sama Dani. Malam sebelum her berlangsung, tiga temanku ini belajar dengan sungguh-sungguh agar saat ujian ulangan nanti kondisinya siap tempur.
Dan aku ... Jreng ... Jreng ... Main karambol semalaman sama Agus, teman sekamarku.
Seperti biasanya, aku tetap menganggap gampang semua urusan. Aku pikir her ini paling-paling formalitas saja. Dan saat ngerjain soal mending aku minta bantuan teman-temanku saja.
Esoknya kami berangkat bareng menuju kantor tempat beliau bekerja di daerah Jl. Radio Dalam. Dan informasi tentang teknis pelaksanaan ujian ulangan langsung membuat nyali saya ciut. Kami akan menjalani ujian dengan cara dikompre. Tanya jawab satu persatu. Tubuhku langsung lemas. Hatiku berteriak " Oh Tuhaaann ...!!! Tunjukkan kekuasaan-Mu ...! Mukjizat-Mu sangat kuperlukan hari ini ...!
Satu persatu dipanggil. Aku dapat giliran paling akhir.
Temanku bertiga tahu, aku sama sekali tidak siap untuk her kali ini (seperti yang sudah-sudah juga siih).
Giliran pertama Choirudin. Dia keluar dengan sukses dengan mengantongi nilai 6,7.
Giliran kedua Dani. Dia lumayan mampu menjawab. Dapat nilai 6,5.
Giliran ketiga Adi. Dia juga dapat nilai 6,5.
Akhirnya tiba giliranku. Dengan badan lemas dan mata merah karena kurang tidur akibat main karambol semalaman aku duduk di depan Pak Dosen dengan hati pasrah.
Pertanyaan pertama, gak bisa jawab.
Pertanyaan kedua, gak bisa jawab.
Pertanyaan ketiga, tetap gak bisa jawab.
Beliau mulai naik pitam. Berikut ini rekaman blackbox dialog saya dengan beliau waktu itu:
Pak Dosen : "Kamu dikasih tiga pertanyaan gak bisa jawab semua !".
Aku           : " Iya Pak. Maaf ...".
Pak Dosen : " Oke. Sekarang pilih sendiri bagian mana yang paling kamu bisa !".
Aku           : " Bagian Klasifikasi Tanah Pak ...".
Pak Dosen : " Ya udah. Terangkan ! Aku dengerin ...!"
Aku. Diam dan berpikir sebentar. Lalu bicara : " Maaf  Pak. Klasifikasi Tanah saya juga lupa Pak ...".
Beliau geleng-geleng kepala. Rupanya lama-lama beliau melihat kondisiku yang lemas dan pucat pasi karena masuk angin. Kemudian beliau bertanya lagi.
Pak Dosen : " Kamu kenapa lemas begitu. Kamu sakit ya ?".
Aku           : "Iya Pak. Saya masuk angin ...".
Sepertinya beliau menjadi iba setelah melihat kondisiku. Selanjutnya beliau berkata lagi.
Pak Dosen : " Ya sudah. Kamu pulang sana. Ini nilaimu ...".
Aku            : "Terima kasih Pak ...".
Berapa coba aku dikasih nilai. 6,6 !!!. Lebih bagus dari dua temanku yang lebih bisa jawab pertanyaan dosen. Aku pulang dengan hati bahagia. Dua temanku tidak bertegur sapa denganku sampai kami tiba di kampus lagi. Rupanya mereka masih mangkel karena aku dapat nilai lebih bagus.
Satu pertanyaan yang tersisa di kepalaku sampai saat ini atas peristiwa itu adalah " Kalau Pak Entis Sutisna tahu aku masuk angin gara-gara main karambol semalaman, kira-kira beliau masih mau nolong aku gak ya? Jangan-jangan aku sudah ditendang keluar dari kampus ...
He .. he .. he .. Slamet .. slamet .. slamet ..

Sama-Sama Pening

Hari itu di kampus kami tengah berlangsung ujian akhir semester tingkat I. Saya gak ingat waktu itu mata kuliahnya apa. Yang jelas soalnya ada itung-tungan yang sulit banget. Semua orang serius banget ngerjainnya.
Dua jam kemudian waktu habis. Kami harus meninggalkan ruangan.
Aku tanya teman-teman yang mukanya nampak merah karena pusing ngerjain soal. Dua orang yang aku tanya diantaranya adalah Wisnu sama Choirudin. Di bidang pelajaran kami bertiga termasuk kasta paria. Pas-pasan banget. Nyaris sudra ... Mendekati zona degradasi ...
Jawaban Wisnu : "Aku blas gak bisa ngerjain soal. Pening banget. Susaahh ...!".
Jawaban Choirudin : "Aku babar blas gak mudeng. Pening kepalaku ... !"
Kataku : "Aku juga pening banget ... !".
Cuma penyebabnya lain.
Kalau Wisnu sama Choirudin pening kepalanya karena mikir ngerjain soal dan tetap tidak bisa njawabnya, maka kepalaku pening karena berusaha membaca lembar jawaban dua teman di depanku dari jarak 2 meter.
Dua teman yang duduk di depanku adalah Hanna Hesky sama Masna. Mereka termasuk anak pandai dan rajin. Kebiasaan mereka memegang lembar jawaban dengan posisi kertas berdiri sangat menguntungkan mahasiswa pemalas bermata elang seperti saya.
Sifat pemalas belajar saya yang berkategori ultra nampaknya berakibat positif terhadap kesehatan mata saya. Sampai sekarang aku masih bisa membaca koran dari jarak 2 meter lho.
Tapi yang membuat aku heran, apa membaca komik, cergam, novel, cerita silat Kho Ping Hoo, dll tidak merusak mata saya ya. Padahal khusus untuk bukunya Kho Ping Hoo, saya bisa gak tidur semalamam agar mbacanya cepat tamat.

Rabu, 25 Mei 2011

Sebangku Tiga Sifat

Waktu itu kami bertiga, saya, Teguh sama Herdiyanto masih duduk di kelas 1 SMA. Kami bertiga duduk sebangku. Mungkin saat itu kami merasa senasib karena berasal dari SMP pinggiran.
Suatu hari Bu Indah, guru Fisika mengadakan ulangan mendadak. Kami bertiga menanggapi dengan cara berbeda sesuai dengan sifat masing-masing.
Herdiyanto : Tenang. Karena pelajaran ini memang kegemarannya. Untuk urusan Fisika, dia memang jagoannya. Lha wong buku latihan soal punya dia saja judulnya "Pengantar Teori  Thermodinamika Untuk Insinyur". Buatku buku seperti itu lebih menyeramkan dari novel horor karangan Abdullah Harahap. Ndak bakalan aku sentuh !!
Teguh : Kacau balau. Dia cemas dan bingung karena semalam tidak belajar sama sekali. Dia orangnya memang paling rajin belajar. Makanya prestasinya oke.
Aku : Tenang dan tetap kalem. Jangankan ulangan yang gak dikasih tahu. Orang yang sudah ada jadwalnya saja aku tetap gak belajar kok. Aku termasuk orang yang percaya banget sama takdir.
Sebelum ulangan dimulai kami mengatur strategi. Herdiyanto yang paling siap kami taruh di tengah. Dia akan kami manfaatkan sebagai narasumber. Saya dan Teguh sebagai pengamat (sekaligus menulis ulang di kertas ulangan kami).
Hitungan mundur dimulai. 5 .. 4 .. 3 .. 2 .. 1. Ulangan dimulai.
Herdiyanto mulai mengerjakan soal, kami berdua mulai lirak-lirik. Kelihatan banget Teguh bukan tukang contek profesional. Amatiran ! Gerak-geriknya ketahuan banget. Rupanya Bu Indah menangkap gelagat buruk ini. Beliaupun langsung mengambil tindakan represif. Herdiyanto langsung disuruh duduk di meja guru.
Tinggalah kami berdua. Dua orang berwajah bloon yang selama 45 menit pura-pura ngerjain soal untuk menutup-nutupi kebodohan kami.
Beberapa hari kemudian nilai hasil ulangan dibagi. Herdiyanto dapat 8,4. Paling tinggi sekelas. Aku dapat 1,5 dan jreng ... jreng ... Teguh dapat nilai nol ditambah bonus tanda tanya dari Bu Indah.
Herdiyanto tersenyum puas.
Aku tertawa terbahak-bahak.
Teguh menangis. Sungguh tiga tipe pria yang sangat berbeda.
Kenapa aku dapat nilai 1,5 sedangkan Teguh dapat nol. Itu karena aku adalah seorang profesional. Aku ikuti semua yang ditulis oleh Herdiyanto barengan saat dia ngerjain soal. Sedangkan Teguh walaupun maksudnya nyontek, tapi masih ada usaha mengerjakan soal sendiri. Jadi ketika Herdiyanto disuruh pindah aku sudah dapat paling tidak satu soal selesai. Sedangkan Teguh ? Kertas ulangan dia masih seputih salju. Hanya oret-oretannya yang ada tulisannya.
Tetapi rupanya peristiwa ini mengandung hikmah yang luar biasa buat kami bertiga.
Buat Herdiyanto: Dia menjadi semakin mencintai Fisika dan semakin giat belajar ...
Buat Teguh : Ini adalah titik balik buat dia. Sejak saat itu dia tidak pernah lalai belajar setiap hari. Sehingga setiap saat dia selalu siap menghadapi ulangan. Makanya prestasinya langsung melesat ...
Buat saya : Lain kali kalo nyontek saya akan lebih hati-hati dan lebih cepat biar tidak ketahuan dan nilainya juga lebih bagus ...

Bu Rohani - Beli Buku Paket

Bu Rohani adalah guru Bahasa Daerah di SMP kami. Entah kenapa sebabnya sepertinya beliau gak suka sama aku. Tatap mata beliau menampakkan kebencian setiap melihat gerak-gerik saya. Teman-temanku banyak yang tahu perihal ini. Nampaknya dari awal ketemu memang beliau dan saya ditakdirkan tidak cocok (untung ibu tidak sedang hamil, kalo hamil bisa-bisa anak ibu mirip Rano Karno lho. Tapi sebenarnya mungkin sumber kesalahannya ya aku. Habis aku paling bego di pelajaran Bahasa Daerah. Orang jawa yang gak bisa nulis jawa. Maafin deh Bu, rumah saya kan di terminal ...).

Absen Latihan Pramuka

Suatu hari Senin seperti biasa saya masuk sekolah. Tapi untuk hari Senin yang ini akan ada kejadian khusus. Guru agama kami waktu itu, yaitu Pak Mujimin (di kelompok kami beliau kami sebut Pak Mujiplus-punya ciri khusus dalam cara mengajar, yaitu kepala beliau miring ke kanan dan ke kiri dan tangan kanannya membentuk mirip kepala bangau) masuk ke kelas kami dengan membawa misi khusus. Yaitu menginvestigasi murid-murid yang pada hari Sabtu kemarin tidak ikut latihan pramuka.

Selasa, 24 Mei 2011

Nekad

Saya termasuk orang yang berani banget manjat pohon. Pohon apapun, setinggi apapun saya berani memanjat. Pohon kelapa, pohon beringin, pohon sengon, dan lain-lain pernah saya panjat.
Suatu saat kami sedang main ke kebun kelapa punya salah satu teman kami di daerah Koplak. Kami ingin memetik kelapa muda untuk kami makan (atau kami minum ya?). Sesampainya di TKP temen-temenku pada termangu. Ternyata pohon kelapanya sangat tinggi. Teman-teman yang sudah besarpun ga ada yang berani manjat. Akhirnya mereka menunjuk aku. Yach ... Memang aku sich berani dan biasa-biasa saja suruh manjat pohon kelapa walaupun memang tergolong sangat tinggi bahkan untuk ukuran pohon kelapa sekalipun.

Surodilogo Kelabu - The Series (Edisi Lengkap)


Setiap malam 1 Suro, di Wonosobo ada satu tempat pariwisata yang sangat ramai dikunjungi orang. Tempat itu dinamai Surodilogo. Terletak di lereng gunung Sindoro. Di tempat ini terdapat semacam sendang/mata air yang memiliki mitos bahwa barang siapa yang cuci muka atau mandi di sendang itu pada malam 1 Suro, maka dia akan kelihatan awet muda.

Senin, 23 Mei 2011

Tanjungsari

Setelah gagal mengajak teman saya Teguh saya balik ke tempat kost saya. Waktu itu saya ngekost di rumah salah satu sahabat terbaik saya Herdiyanto. Sampai sekarang kami tetap seperti sebuah keluarga saja rasanya.
Kami bersiap-siap berangkat. Segala peralatan yang perlu kami bawa kami susun dengan rapi.
Tunggu dulu ! Menurut Anda kira-kira peralatan apa yang akan kami bawa waktu itu ?
Apakah peralatan memasak semacam kompor, wajan, panci, dan lain-lain?
Atau peralatan keselamatan seperti tali, lampu senter, obata-obatan dan semacamnya ?
Oohh bukan ! Bukan peralatan model itu yang sedang kami persiapkan.
Mungkin terdengar ekstrim, tapi inilah peralatan yang akan kami bawa ke perkemahan di Tanjungsari :
1. Setruman ikan,
2. Jaring ikan, dan
3. Racun ikan (potasium/potas yang sebelumnya sudah kami beli di toko bahan kimia di daerah pasar Wonosobo).
Kami memang berencana mencari ikan dengan segala macam cara saat berkemah. Beberapa orang dari regu kami termasuk maniak dunia perikanan. Tiga orang yang terlibat aktif adalah saya, Herdiyanto dan Vendy. Saya yang akan menggunakan setruman dan Herdiyanto yang akan menggunakan jaring. Dialah yang paling berpengalaman dengan peralatan ini. Dia juga yang ahli dalam bidang perpotasan. Saya sendiri adalah ahli di bidang setrum-menyetrum ikan (sekarang saya sangat menentang penggunaan setrum, racun dan bom dalam mencari ikan karena mengancam kelestarian lingkungan).
Selesai memasang tenda, sore itu kami langsung mencari parit-parit yang potensial ada ikannya. Setelah ketemu kami mulai beraksi dengan menyebarkan bubuk potasium yang kami bawa. Hasilnya kami cuma memperoleh beberapa ekor ikan gabus (kothok). Kurang memuaskan.
Saat malam tiba giliran saya yang beraksi dengan setruman. Tapi di sini kami juga mengundang bintang tamu. Seorang penumpang gelap yang juga saudara saya, namanya Ondhot (yang membaca tulisan saya sebelumnya tentu tahu siapa dia beserta sepak terjangnya).
Dengan membawa lampu petromaks kami berempat meluncur ke TKP, yaitu di Kali Mangir. Penyetruman dimulai. Sampai dengan jarak 50 meter ikan yang kami peroleh masih sedikit. Setelah itu di satu lokasi di bawah rerimbunan pohon pisang barulah kami menemukan spot yang menghasilkan ikan berlimpah ruah. Kami senang sekali. Suara kegirangan terdengar dari kami semua.
Tapi, yang namanya perbuatan melanggar hukum dimanapun pasti tidak diridhoi. Itu juga berlaku bagi kami berempat.
Buktinya pas lagi rame-ramenya ikan hasil setruman kami dapat, tiba-tiba mak pet !!!
Lampu petromaks yang kami bawa mendadak mati. Yach ! Gagal dech panen raya malam itu. Akhirnya kami berempat balik ke tenda. Ikan yang kami peroleh seadanya kami goreng.
Rupanya malam itu Vendy teman kami agak kelaparan (atau doyan ya?). Dia tidak sabar menunggu ikan digoreng sampai matang. Dalam keadaan setengah matang ikan-ikan kecil dia ambil dari wajan. Ditiup-tiup dikit lalu dimakan. Enak banget kayaknya. Dingin-dingin makan ikan goreng panas, walaupun baru setengah matang. Setelah itu kami berangkat tidur.
Beberapa waktu setelah kejadian tersebut baru kami ketahui bahwa konon lokasi tempat lampu petromaks kami mati saat mencari ikan adalah tempat yang angker. Katanya memang sering ada kejadian aneh di tempat itu. Saya sich ga percaya. Hanya Tuhan yang tahu ...

Surodilogo Kelabu 2

Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan Surodilogo Kelabu sebelumnya.
Bisa dibayangkan. Empat anak kecil berada di lereng gunung yang dingin tanpa bekal makanan, minuman ataupun sekedar selimut saja. Bahkan pakaian yang dikenakanpun seadanya.
Ketika malam tiba kami kami berjalan-jalan kesana kemari. Lemas dan lapar. Melihat penjual jagung bakar gigit jari. Melihat penjual wedang jahe, cuma bisa kepingin. Lihat penjual bakso. ngiler. Akhirnya saking laparnya kami membuat keputusan. Kami harus survive. Kami harus hidup untuk menceritakan semua ini kepada dunia.

Rupanya Sudah Menjadi Takdirnya ...

Selain waktu SD, temanku yang paling lama bareng dalam satu kelas adalah Teguh. Dua tahun di SMP dan 3 tahun di SMA sekelas terus (kalau ditambah setahun lagi mungkin kami berdua sudah muntah-muntah saking bosannya satu sama lain). Anaknya jago dalam pelajaran menghitung dan menghapal. Tapi dalam hal kesenian terutama di bidang seni rupa, alamaaaakk ... Kemampuanku jaman SD saja rasanya masih lebih bagusan. Orang waktu tugas Biologi bikin gambar rangka manusia saja jadinya malah gambar kerangka kodok kok. Saking rendahnya daya imajinasinya, kata dia satu-satunya wajah orang terkenal yang bisa dia bayangkan adalah wajah Menteri Keuangan pada waktu itu, yaitu Harmoko.
Tapi menurut saya ada satu kekurangan dalam dirinya untuk disebut sebagai pelajar sejati. Yaitu seumur hidupnya dia belum pernah ikut kemah. Menurut saya ini adalah sebuah kerugian besar. Seumur hidup belum pernah merasakan nikmatnya berkemah.
Saya harus merubah ini !!! Tekadku dalam hati.
Pada kesempatan pertama SMA kami mengadakan perkemahan di daerah Kembaran, teman saya ini absen karena sakit. Seperti sebuah kutukan saja rasanya.
Tapi kesempatan kedua itu akhirnya hadir juga. Beberapa bulan setelah perkemahan pertama, sekolah kami akan menyelenggarakan perkemahan di Tanjungsari. Tentu saja saya senang sekali. Lokasi itu dekat dengan rumah saya. Dan yang paling menyenangkan buat saya, Teguh teman saya dalam keadaan sehat wal'afiat. Jadi sepertinya tidak ada halangan lagi. Apalagi dia sudah menyatakan niatnya untuk ikut berkemah.
Kami akan menjadi satu regu. Dan sebagai bentuk dukungan buat dia, tugas yang diberikan buat dia adalah yang paling ringan di regu kami. Dia cuma kebagian membawa patok bambu saja. Tidak perlu membawa peralatan lainnya.
Perhitungan menuju hari H untuk sebuah pengalaman baru buat teman saya itu dimulai.
H-5 ... Oke,
H-4 ... Oke,
H-3 ... Oke,
H-2 ... Oke,
H-1 ... Oke ... Horeee .... Hari itu akan segera tiba ...
Yup ... Sepertinya semua sesuai rencana.
Dan di pagi hari pada hari H-nya (perkemahan berangkat siang hari jam 12.00) saya mendatangi dia di tempat kost.
Kejut Wiro tiada terperi ! Aku terpana !
Kulihat pemandangan yang cukup mengenaskan. Teguh, temanku yang rencananya hari itu untuk pertama kalinya akan mengikuti sebuah even perkemahan, keluar dari kamar dengan tangan digendong menggunakan kain.
Dia berkata: " Sorry Wid, aku tidak bisa ikut. Kemarin sore tanganku terkilir waktu main sepakbola !".
"Oh ya. Gak papa. Semoga lekas sembuh saja Guh", kataku.
" Ini patoknya dibawa saja, aku sudah membuatnya kemarin", tambahnya.
Atas peristiwa ini, aku tidak tahu siapakah yang lebih bersedih di antara kami berdua. Aku yang gagal menuntaskan misi membawa sahabatku berkemah untuk pertama kalinya atau dia yang gagal berkemah untuk ke sekian kalinya.
Sayapun pamitan dengan hati yang melow.
Dalam perjalanan pulang ke kost-kostan, kupandangi patok-patok bambu buatan Teguh yang dia titipkan kepadaku.
Harus aku akui, ini adalah patok bambu terjelek yang pernah saya lihat di dunia ini ...

Upacara

Ini terjadi pada waktu saya kelas 1 SMP di SMP 2 Purworejo. Saya dan teman saya Fajar termasuk anak yang senang banget bergurau. Di mana saja berada kami berdua selalu ribut bergurau.Kebiasaan itu rupanya terbawa sampai ke kegiatan yang seharusnya kami berdua diam dan tertib.

Minggu, 22 Mei 2011

Sabtu, 21 Mei 2011

Preman saja kami isengin ...

Di daerah asal saya adalah seorang preman (jaman dulu kami menyebutnya GALI) yang paling terkenal dan legendaris. Sebut saja namanya Bruno (disamarkan). Dia juga seorang residivis yang sering keluar masuk penjara. Penjambretan, perampokan (nggarong), pencurian, perjudian, mabok-mabokan adalah aktifitas yang biasa buat dia. Hampir setiap hari dia mangkal di terminal. Dan saya adalah salah satu penduduk tetap di terminal itu. Rumah saya juga berfungsi sebagai warung makan.

Jumat, 20 Mei 2011

Perjalanan ...

Start menuju pendaftaran STAN kami mulai dari Wonosobo. Berdua teman saya yang bernama Komari (jagoan  Bahasa Inggris saat ahlinya waktu itu masih langka).
Menginap sebentar di Purwokerto di daerah Grendeng tempat kost sahabat saya Herdiyanto. Beberapa hari kemudian kami berangkat ke Jakarta dari terminal Purwokerto.
Waktu itu kami naik bus Putri Jaya. Sebenarnya rencananya kami naik bus lain, tapi karena ditawari harga murah akhirnnya kami naik juga. Tapi ya itu, ngetemnya lama banget. Tidak terhitung berapa pengamen dan pedagangan asongan yang menyambangi kami (kalau gini terus bisa-bisa ludes nich uang saku kami ...).
Saking bosannya menunggu bus berangkat, kami, antar penumpang yang sebelumnya gak saling kenal sampai jadi akrab. Sudah seperti saudara senasib sepenungguan saja rasanya.
Akibat durasi ngobrol yang begitu lama, dengan berbagai topik hangat maupun dingin, akhirnya kami sampai pada topik paling sensitif dan kontroversial.
Apa itu ?
Harga Karcis !!
Dari hasil bincang-bincang kami itulah ketahuan bahwa ternyata kepada masing-masing penumpang dikenakan tarip yang berbeda-beda. Dan kami mendapat yang termurah. Akibatnya semua penumpang selain kami berdua mengajukan protes kepada kondektur minta uang dikembalikan.
Mau tidak mau kondektur mengembalikan kelebihan uang penumpang yang sudah terlanjur dibayar. Mukanya kelihatan kecut, marah dan kecewa.
Perasaan saya sama temen saya gak enak banget sepanjang perjalanan Purwokerto-Jakarta. Punggung, muka dan telapak tangan saya berkeringat dingin menahan perasaan malu dan gak enak. Kami merasa menjadi penyebab kerugian yang diderita Pak Kondektur.
Maaf ya Pak Kondektur. Moga-moga dapat rejeki lain yang halal ...

Karakter Kemahasiswaan Saya

Kulian di STAN sebenarnya bukan keinginan saya. Motivasi utama saya saat itu hanyalah pengen merasakan kenikmatan kuliah gratis bahkan mendapat uang saku. Pada saat milih jurusanpun aku kebingunan.
Ini nih pilihan yang ada waktu itu:

1. Bea Cukai  ( Weleh ... Kantor apaan ini. Kayaknya ga kenal banget ...)
2. Anggaran  (Apalagi yang ini. Lebih tidak terkenal lagi. Ngurusi atlet anggar kali ya ...)
3. Pegadaian (Walah ... Yang ini kantornya ada di belakang rumahku. Sepertinya gak keren sama sekali. Masak jauh-jauh kuliah di Jakarta hanya disuruh ngurusin jarik/kain, kenceng sama dandang. Ndak ! Ndak !)
4. Pajak (Yang ini kantornya ada di mana yach ? Tapi kata-kata pajak sepertinya sering aku dengar. Walaupun dengan nada getir dan sinis. Sim salabim ! Pilih yang ini saja aah ...).
Begitulah ... Akhirnya aku terdampar di jurusan yang satu ini.

(Padahal kalo sekarang ditugaskan jadi pesuruh di Pegadaian yang kantornya di belakang rumah, saya pasti mau lho ...)

Rabu, 18 Mei 2011

Pipis Berantai

Saat SD/SMP dulu kami suka menonton jaran kepang/kuda lumping,wayang kulit atau orkes dangdut. Karena saat itu sarana hiburan masih jarang, maka dimanapun tontonan itu berada kami akan mendatanginya. Tidak peduli jalan kaki sejauh 10 km di malam hari. Kami dengan telaten memasang mata dan telinga. Menyebar telik sandi di sana-sini untuk memantau di mana ada pertunjukan jaran kepang, wayang kulit atau dangdutan akan digelar. Kami bagaikan pasukan penjarah atau gerombolan heyna yang mencari mangsa dimanapun hiburan digelar.

Surodilogo Kelabu

Setiap malam 1 Suro, di Wonosobo ada satu tempat pariwisata yang sangat ramai dikunjungi orang. Tempat itu dinamai Surodilogo. Terletak di lereng gunung Sindoro. Di tempat ini terdapat semacam sendang/mata air yang memiliki mitos bahwa barang siapa yang cuci muka atau mandi di sendang itu pada malam 1 Suro, maka dia akan kelihatan awet muda.

Minggu, 15 Mei 2011

JANGAN RESE !!!

Kalau orang Jakarta diteriaki : "JANGAN RESE !!!", bisa-bisa mereka akan marah-marah ...
Kalau orang Wonosobo diteriaki : "JANGAN RESE !!!", bisa-bisa mereka malah mendekat sambil bawa piring ...
Jangan = Bahasa Wonosobo yang artinya sayur.
Rese = Bahasa Wonosobo yang artinya ikan asin.
Jangan rese = Sayur ikan asin.

Penantian Tiada Akhir


Sejak kecil saya adalah orang yang menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan ikan (unjar kalo orang Wonosobo bilang). Dari mulai mencari, mbeteti (menyiangi), memelihara, memasak maupun memakannya semuanya saya senang.
Segala tehnik mencari ikan sepertinya pernah saya lakukan. Dari mulai memancing, nggogoh, ndudul, njegog, mirik, nyeser, njolo/njaring, motas/meracun, nyetrum, ngebom, njenu, mretos, ndudang, nawu, mbacok, ngobor, pokoknya segala tehnik menangkap ikan dech. Kalo sekarang sich saya sangat menentang tehnik penangkapan ikan yang dilarang oleh pemerintah karena mengancam kelestarian lingkungan.

Sabtu, 14 Mei 2011

NDOG CECEK ASLI


Saat kecil (seingat saya waktu itu saya belum sekolah) saya tinggal di warung dekat terminal. Di belakang warung ada sungai. Antara warung dengan sungai dibatasi dengan pagar kawat yang disangga dengan tiang beton. Di tiap tiang beton itu ada lubang-lubang kecil yang saya tidak tahu apa fungsinya tetapi biasa dimanfaatkan menjadi sarang cicak.

Selasa, 10 Mei 2011

Mupu Laron


Mungkin sekarang laron lebih banyak dianggap sebagai serangga pengganggu saja. Padahal pada era keemasannya, laron menduduki tempat terhormat di kalangan anak-anak.
Laron merupakan serangga multifungsi. Dikelola oleh tiga badan sekaligus. Yaitu Departemen Pariwisata karena merupakan permainan dan hiburan gratis buat anak-anak, dikelola BPOM karena ada yang membuatnya menjadi sayur untuk lauk makan ( hiyyyy ... Kalo saya sich mending cumi-cumi goreng tepung dah ...) dan Departemen Pertanian mengurusinya sebagai pakan ternak (poultry) untuk ayam..
Mencari lubang laron merupakan permainan yang sangat mengasyikkan. Apalagi kalau lubang yang ditemukan mengeluarkan laron paling banyak (mbrubuli), sungguh merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan tersendiri.
Tidak peduli pada saat merawat lubang laron jari-jari tangan digigit rayap atau bahkan gonteng sekalipun. Salah satu teknik mengundang laron keluar dari sarangnya adalah dengan menusuk salah satu laron dengan lidi dan ditancapkan di depan liangnya. Untuk pawitan katanya. Kalo sekarang saya tidak mau melakukanya. Kasihan sich. Salah satu perilaku laron yang khas adalah mereka suka bergandengan seperti kereta api bila sayapnya sudah brundul. Saya sendiri sampai sekarang tidak tahu kenapa mereka melakukan itu ...

Kamis, 05 Mei 2011

Cuti Dulu

Cuti dulu ya temen-temen ...
William-Kate-ku juga mau nikah nich ...
Ketemu seminggu lagi yach ...

Dengerin Intonasi Bu Guru

Waktu kelas 3 dan kelas 4 SD saya punya seorang Ibu Guru yang sangat saya sayangi. Beliau orangnya sangat penyabar dalam mengajari anak didiknya.
Dulu saya termasuk anak yang pandai di kelas. Saya bahkan meraih peringkat paling timggi di kelas.

Rabu, 04 Mei 2011

9 x 9 = 81

Waktu kelas 1 sampai dengan kelas 2 SD, sebelum pulang guru kami biasa memberikan soal matematika berupa perkalian. Siapa yang bisa menjawab dengan cepat dan benar, dia boleh pulang duluan. Berbagai cara dilakukan oleh anak-anak agar bisa menjawab dan bisa cepat pulang. Kebanyakan dari mereka mengatasinya dengan membeli pensil atau buku yang ada daftar perkalian dan hasilnya.

Selasa, 03 Mei 2011

Persis !!!

Dulu waktu kelas 2 SMA (Tahun 1990) saya kos di Kalierang (ndeso).
Suatu saat bapak kos saya perlu menghubungi temannya di Jakarta untuk suatu urusan. Beliau menyuruh saya dan anaknya yang kebetulan adalah juga teman saya seangkatan.
Saat itulah untuk pertama kami berdua akan bersentuhan dengan peralatan berbau hi-tech, yaitu pesawat telepon. Kami berdua nervous sekali. Mungkin seperti inilah rasanya para astronot yang hendak terbang ke orbit.

Senin, 02 Mei 2011

Jamur Payung


Walaupun jamur payung sebenarnya tidak masuk ke keluarga buah-buahan, tetapi saya rasa jamur payung sangat layak untuk mendapatkan kehormatan ditempatkan sejajar dengan buah-buahan jaman mbiyen.
Why ? Kenapa ? Kenang Opo ?
Karena saat menemukan/memperolehnya menimbulkan sensasi yang mampu menandingi bahkan melebihi buah-buahan. Kalau buah-buahan lain masih bisa diburu, maka jamur payung hanya bisa ditemukan oleh "Dia Yang Terpilih". Jaman dulu hanya orang-orang khusus dengan keberuntungan tinggi yang bisa memperolehnya.
Jamur payung tidak akan bisa ditemukan dengan usaha pencarian sekeras apapun. Karena pada hakekatnya bukan kita yang akan menemukan benda ini, tetapi benda inilah yang akan menemukan kita.
Keberuntungan yang diperlukan tidak hanya keberuntungan untuk melewati tempat mereka biasa tumbuh. Tapi juga harus dilengkapi keberuntungan sebagai siapa yang pertama melihat dan siapa yang posisinya paling dekat. Karena di dunia anak-anak, berlaku hukum tidak tertulis/konvensi bahwa siapa yang lebih dahulu melihat atau posisinya paling dekat, maka dialah pemilik sah dari sang jamur. Semua harus mengakui bahwa dia adalah "YANG TERPILIH" ...