Sejak kecil saya adalah orang yang menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan ikan (unjar kalo orang Wonosobo bilang). Dari mulai mencari, mbeteti (menyiangi), memelihara, memasak maupun memakannya semuanya saya senang.
Segala tehnik mencari ikan sepertinya pernah saya lakukan. Dari mulai memancing, nggogoh, ndudul, njegog, mirik, nyeser, njolo/njaring, motas/meracun, nyetrum, ngebom, njenu, mretos, ndudang, nawu, mbacok, ngobor, pokoknya segala tehnik menangkap ikan dech. Kalo sekarang sich saya sangat menentang tehnik penangkapan ikan yang dilarang oleh pemerintah karena mengancam kelestarian lingkungan.
Saking senangnya sama ikan waktu masih kecil (masih TK) saya selalu mencari ikan yang warnanya bagus atau bentuknya aneh. Tiap hari saya pergi ke pasar ikan untuk melihat apakah ada ikan yang berpenampilan khusus untuk dibeli. Biasanya saya mencari unjar bandung koncer (ikan mas ekor panjang/kumpai) atau ikan yang cacat untuk dipelihara.
Suatu hari saat main-main di pasar saya melewati los ikan asin. Di situ saya lihat banyak sekali ikan asin yang sedang dijemur di atas kepang (anyaman bambu). Saat saya perhatikan lebih seksama, ternyata bentuk ikan itu luar biasa bagus, aneh-aneh dan sangat menarik. Namanya juga anak kecil, segera timbul akal bulus di otak saya. Segera saja saya mencari wadah plastik, kemudian saya pilih ikan asin yang bentuknya bagus-bagus. Dua jenis ikan asin yang masih saya ingat di antaranya adalah ikan layur sama ikan cucut kecil.
Setelah memperoleh beberapa ikan asin yang bentuknya bagus-bagus sayapun segera menuju sungai terdekat.
Apa yang saya lakukan?
Dengan penuh kecerdasan dan ide super genius, ikan asin itu saya rendam di pinggir sungai. Saya tunggui sambil berharap ikan-ikan asin itu hidup lagi dan bisa dipelihara.
Beberapa jam saya tunggui dan tidak ada pergerakan sama sekali akhirnya saya tinggalkan ikan-ikan asin itu dipinggir sungai.
Sampai sekarang saya tidak tahu apakah ikan-ikan asin itu akhirnya bisa hidup lagi atau tidak ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar