Saat SD/SMP dulu kami suka menonton jaran kepang/kuda lumping,wayang kulit atau orkes dangdut. Karena saat itu sarana hiburan masih jarang, maka dimanapun tontonan itu berada kami akan mendatanginya. Tidak peduli jalan kaki sejauh 10 km di malam hari. Kami dengan telaten memasang mata dan telinga. Menyebar telik sandi di sana-sini untuk memantau di mana ada pertunjukan jaran kepang, wayang kulit atau dangdutan akan digelar. Kami bagaikan pasukan penjarah atau gerombolan heyna yang mencari mangsa dimanapun hiburan digelar.
Menariknya, saat pulang dari nonton hiburan itu ada satu adat istiadat yang entah siapa yang pertama-tama memulainya. Sebenarnya kebiasaan ini sangat tidak bermutu, tetapi sayang juga kalau musnah tanpa pernah didokumentasikan.
Begini adat istiadat pulang nonton hiburan di desa kami.
1. Rombongan pertama pulang akan pipis secara bergantian. Orang pertama akan mulai pipis sejak dari daerah pertunjukan sambil berjalan membuat garis menuju ke arah jalan pulang. Apabila air kencing orang pertama sudah habis, maka akan segera disambung oleh orang kedua. Demikian seterusnya. Apabila rombaongan terdiri dari 5 orang maka mereka akan membuat garis tidak terputus dari air seni.
2. Selanjutnya apabila rombongan pulang kedua tiba, maka orang pertama yang akan pipis akan mencari ujung garis dari garis rombongan pertama. Selanjutnya dia melanjutkan garis yang dibuat oleh rombongan pertama tadi, diteruskan oleh orang kedua, ketiga dan seterusnya dari rombongan kedua.
3. Demikian seterusnya. Garis akan disambung oleh rombongan-rombongan berikut yang pulang belakangan.
Sehingga garis yang terbentuk kadang-kadang bisa mencapai panjang berkilo-kilo meter (sayang saat itu MURI belum ada ya ...).
Kami sangat riang gembira saat menjalani ritual primitif ini. Salah satu bentuk kenakalan dan kenorakan anak-anak jadoel ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar