Suatu sore saya sama Supri mau beli makan malam di warteg yang di Jl. Kalimongso (d.h. Jengkol) yang ada jalan tembus ke PJMI (sebelahnya ada toko kelontong punya orang Batak). Waktu masuk saya dapat nomor antrian 3. Pas kami berdiri ngantri dilayani pas penjual yang tukang goreng ngangkat hasil gorengannya dari wajan. Gorengan yang dia angkat adalah lauk kesukaanku. Lele goreng ...
Dan yang membuat mata kami terbelalak adalah adanya 2 ekor lele yang ukurannya sangat besar di situ. Sepertinya hampir tiga kali ukuran lele goreng lainnya. Hampir sebesar lengan. Keadaan menjadi tegang. Suasananya mirip koboi yang mau cepet-cepetan nyabut pistol. Hati saya deg degan. Dua ekor lele berukuran besar hanya ada dua ekor sedangkan saya ada di urutan 3. Tapi saya agak tenang karena saya tahu, dua mahasiswa di depan saya biasanya yang satu lauknya telur dadar dan yang satunya lagi biasanya sama sarden.
Dan ketika pelayanan dimulai:
Mahasiswa pertama : " Saya sama lele mbak !".
Aku : Lesu ...
Mahasiswa kedua : "Saya sama lele mbak !".
Aku : @%^&#$*#%$ ...
Aku mangkel banget sama mereka. Mengapa mereka mengingkari prinsip dan kebiasaan mereka hanya untuk dua ekor lele. Ataukah mereka sengaja menyakiti hatiku ?
Hari itu saya kalah. Saya pulang dengan lemas sambil membawa bungkusan berisi nasi dan seekor lele yang masih kecil. Lama sekali saya harus melupakan pengalaman traumatis ini. Bahkan sampai sekarang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar