Waktu aku ikut ujian masuk STAN, pengumuman hasilnya untuk kawasan Jawa Tengah bisa dilihat di Gedung Keuangan Semarang. Aku berangkat jam 8 pagi dari Purworejo. Sampai di sana yang lihat pengumuman sudah banyak banget. Banyak juga yang diantar oleh orang tuanya.
Dari semua orang yang lihat pengumuman bareng aku, hanya aku yang lolos. Saya sedih banget lihat wajah-wajah orang tua yang kelihatan kecewa tetapi berusaha menyembunyikan kekecewaannya di depan anak-anak mereka. Sepintar apapun mereka sembunyikan, saya tetap bisa melihatnya.
Setelah lihat pengumuman dan lolos, aku pulang sambil senyum-senyum sendiri. Sampai pipiku terasa pegal. Saya merasa aneh kok bisa diterima, padahal waktu ngerjain soal gak terlalu yakin bakal lolos. Temanku yang sangat PD malah dua-duanya ga keterima.
Aku pulang naik bis Santoso jurusan Semarang-Cilacap yang lewat Purworejo. Di dalam bis ternyata banyak anak-anak yang juga habis lihat pengumuman. Seperti di Semarang tadi, di dalam bis inipun cuma aku yang keterima. Tapi tampaknya mereka orangnya sportif semua. Mereka semua mendatangi aku dan mengucapkan selamat.
Cuma ada satu orang yang kelihatan sedih. Dia tepat duduk di sebelahku. Setelah bis agak lama berjalan barulah dia bercerita sama aku hal yang membuat dia sedih.
Begini percakapan kami:
Dia : "Saya mau pulang malu mas ..."
Saya : "Kenapa mas ?"
Dia : "Saya sudah terlanjur ngaku keorang-orang kalo saya diterima di STAN ..."
Saya : Terdiam. Susah mau komentar ...
Dia : "Saya juga kasihan sama orang tuaku. Mereka pasti kecewa sekali ..."
Saya : Tetap diam. Bingung mau ngomong apa ...
Dia : "Wah saya mau ngomong jadi cadangan saja ah ...".
Habis itu wajahnya nampak agak sedikit cerah seperti menemukan solusi.
Dalam hatiku: "Yaahh ... Ini sich cuma menunda masalah saja jadinya ..."
2 komentar:
ah... sekali berbohong, akan ada kebohongan berikutnya demi menutupi kebohongan pertama tadi.
salam kenal... :)
Salam kenal juga mbak.
Memang dari tampang dan gerak-gerik saja sudah kelihatan tukang ngarang dia mbak. Ha .. ha .. ha ...
Posting Komentar