Ibarat penonton, rakyat Indonesia sudah begitu lama dipaksa menonton sinetron tidak bermutu. Sudah sampai season 7 masih belum ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa lakon akan menang. Yang ada malahan tawa para penjahat yang semakin lebar.
Begitu juga di kehidupan nyata. Kami sesungguhnya sudah kehilangan kesabaran menunggu perubahan. Tetapi perubahan yang ditunggu belum menunjukkan tanda-tanda akan datang. Tetapi rakyat tetap diam, diam dan diam menunggu.
Tetapi janganlah diamnya kami diartikan sebagai tanda setuju seperti diamnya gadis yang sedang dipinang. Atau diam yang berarti kami masih punya sisa kesabaran. Diamnya kami sesungguhnya adalah diam mati rasa. Diam karena mati harapan. Diam karena bosan dan lelah menunggu.
Wahai para pemimpin, sesungguhnya kami tidak meminta terlalu banyak. Kalian tidak harus sesukses Umar bin Abdul Aziz, sesabar Mahatma Gandhi atau sehebat Napoleon.
Kami hanya berharap kalian menyelesaikan apa yang ada di depan kami saja.
Ingatlah ! Kami telah dengan amat sangat sabar menunggu sebuah tindakan. Sebuah kejutan yang bisa membangkitkan kembali harapan kami. Harapan yang sebenarnya telah lama mati tetapi tetap kami tutup-tutupi walaupun dengan menipu hati nurani kami sendiri.
Begitu banyak momentum membuat kejutan yang akan menghibur kami. Tetapi kalian selalu, selalu dan selalu melewatkan kesempatan demi kesempatan. Kami layaknya penonton yang selalu kecewa karena lakon utama selalu bertindak berlawanan dengan keinginan penonton.
Ketika kami menginginkan pemerintah tegas terhadap negara tetangga, yang terjadi pemerintah malah mengalah.
Ketika kami ingin ada seseorang dihukum karena perbuatannya, malah dia dilepas.
Ketika kami ingin sepucuk surat dicuekin, malah dibalas.
Kenapa dalam setiap kasus yang seru, pemerintah selalu mengambil keputusan terbalik dengan keinginan rakyatnya? Kami ingin kalian melakukan ini, kalian selalu melakukan yang itu.
Wahai para pemimpin, kami tetap menonton sinetron ini bukan karena penasaran, tetapi karena tidak ada acara lain yang bisa kami tonton. Walau lelah terasa kami tetap setia menunggu.
Lalu apakah kalian sudah tidak punya kesempatan untuk membuat kami bersemangat. Banyak ! Sangat banyak !
Kasus Wisma Atlet, Surat Palsu, Apel Malang, Hambalang, Gayus, dan lain-lain. Itu adalah sedikit contoh dari begitu banyak peluang yang setiap saat berseliweran di hadapan kalian. Kami selalu menonton dengan penuh perhatian. Layaknya menunggu melihat elang atau hiu menyambarnya mangsanya. Adegan heroik yang akan membuat penonton bertepuk tangan meriah. Bukan adegan datar seperti sapi makan rumput atau ikan rebutan pelet.
Kami sadar kalian bukanlah manusia sempurna. Makanya kami juga tidak terlalu berharap semuanya selesai tuntas tanpa cela. Yang perlu kami lihat adalah sebuah kemauan dan tindakan yang nyata. Mungkin itu sudah cukup menghibur hati kami.
Cobalah sekali-sekali bertindak mandiri, tegas dan cepat. Misalnya sore nanti masuk ruang kerja sendiri lalu satu jam kemudian keluar dan membuat konferensi pers tentang reshuffle kabinet dengan mengganti 50 % menteri .
Ini akan terlihat keren sekali Pak …
Kalau terlalu lama diulur-ulur nanti malah seperti kerupuk amem. Sampai di tangan kami sudah lembek dan alot karena masuk angin.
Atau bila Bapak menginginkan grand prize berupa standing aplaus, penghormatan dan hati kami, saya kasih bocoran. Ini sebenarnya menghianati teman-teman saya sesama rakyat kecil karena membocorkan rahasia yang kami simpan rapat-rapat.
Begini caranya : Selesaikan kasus Pak Antasari Azhar dengan bijak dan adil ...
Sssttt ! Bapak jangan bilang-bilang kalo saya yang kasih bocoran ya !!!
Wallahu ‘Alam Bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar