Ada sebuah kejadian yang aku sesali sampai sekarang, yaitu membelanjakan uang palsu.
Ceritanya saya habis dapat rapel gaji yang uangnya secara akumulatif ditransfer melalui rekening punya teman di Bank B*A. Setelah dapat kabar uang sudah ditransfer langsung saja perwakilan kami mengambilnya di Bank B*A cabang Bintaro.
Uang yang diambil itu kemudian dibagi di dalam kelas sesuai dengan jatah masing-masing. Setelah sampai dirumah uang aku hitung kembali dan anehnya ada selembar uang palsu pecahan 50 ribuan di dalamnya (memang pada waktu itu kejadian nasabah dapat uang palsu dari bank cukup sering terjadi walaupun pihak bank selalu membantahnya).
Pikiranku langsung bimbang, mesti aku apakan uang ini. Nilainya kan untuk ukuran waktu itu lumayan besar. Akhirnya aku mengambil keputusan salah. Aku berniat membelanjakannya di warung. Untuk membenarkan tindakanku aku pilih warung makan yang besar agar tidak kasihan. Aku ingat banget sebenarnya sudah ada peringatan dari Tuhan bahwa aku tidak boleh melakukan ini. Buktinya waktu aku baru mau makan nasi dengan lauk rendang ayam tiba-tiba ada benda hitam kecil jatuh ke piring makanku. Yang ternyata adalah tai cicak. Jadinya aku ga jadi makan.
Tapi rupanya aku tetap bandel dan meneruskan niatku untuk membelanjakan uang palsuku. Akhirnya setan menang. Aku berhasil membayar dan dapat uang kembalian. Tentunya uang asli semua.
Sampai di rumah waktu tidur barulah rasa bersalah menghantuiku.
Memang benar yang menerima uang palsuku tadi adalah warung besar. Tapi bukankah nanti uang palsu itu akan dibelanjakan lagi?
Bagaimana kalau yang menerima adalah ibu-ibu tua tukang sayur, atau bapak-bapak tua pedagang kerupuk, atau tukang sol, atau golongan orang-orang miskin yang lain ? Sebuah pelajaran berharga yang aku pegang kuat sampai saat ini.
Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya ini ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar