Pada rentang waktu antara Maret-Juni 2007 saya pindah tugas dari Surabaya ke Jakarta. Sebelum sepenuhnya pindah sambil menunggu kenaikan kelas anak pertama, tiap minggu saya masih bolak-balik Surabaya-Jakarta menggunakan kereta api. Seingat saya hanya dua kali saya naik pesawat.
Karena seringnya naik kereta api saya jadi sering memperhatikan secara detail apa-apa yang ada di sekitar kereta api, stasiun, pinggir rel, dan lain-lain. Pokoknya yang terlihat di sepanjang perjalanan yang saya lalui.
Salah satu yang cukup menarik perhatian adalah papan nama yang ada di tiap stasiun. Papan nama yang sebagian besar berwarna biru dengan tulisan warna putih itu cukup menarik karena selalu ada yang lain dari rambu-rambu yang ada di pinggir jalan. Yaitu adanya tambahan angka tertentu di belakang nama stasiun.
Sebagai contoh: Lamongan +2, Pasar Turi +4, Bandung +709, Kepanjen +334.
Pada awalnya saya hanya menebak-nebak kira-kira apa artinya. Tebakan saya yang pertama adalah bahwa itu menunjukkan ukuran lebar atau panjang stasiun. Tetapi tebakan pertama saya langsung buyar setelah mendapati kenyataan bahwa stasiun besar kebanyakan nilainya lebih kecil.
Tebakan kedua adalah batas kecepatan untuk tiap kereta api yang datang atau pergi. Saya sendiri lupa apa alasan saya membuat tebakan konyol kedua ini.
Tebakan ketiga menurut saya adalah yang paling logis waktu itu. Yaitu bahwa angka di belakang nama stasiun menunjukkan rating atau peringkat. Entah tentang peringkat kesibukan, ukuran atau pelayanannya. Saya sempat berhenti berusaha dan merasa lega dengan tebakan terakhir ini.
Tapi karena masih terus disuguhi pemandangan plang nama ini lama-lama rasa penasaran saya timbul kembali. Rupanya hati kecil saya menginginkan sebuah kebenaran (wuiihh !!!).
Akhirnya suatu pagi saat kereta api tiba di sebuah stasiun sebelum turun dari kereta saya bertanya kepada salah satu kru kereta api yang saya tumpangi tentang arti plang nama itu (tidak saya sebutkan nama kereta api dan stasiunnya untuk melindung kehormatan para pelaku)..
Ternyata jawabannya adalah "Maaf Pak. Saya tidak tahu. Coba tanyakan ke petugas di stasiun!" (Ga usah dikasih tahu juga memang akan aku lakukan).
Lalu saya turun dan mendatangi petugas di stasiun yang ada di dalam kantor.
Jawabannya adalah: "Maaf Pak, saya tidak tahu".
Hmm ... jadi selama ini bukan hanya aku, pegawai PT. KAI-pun rupanya tidak tahu. Dan saya jadi cukup yakin bahwa yang nyuruh bikin, yang bikin plang apalagi yangcuma kebagian tugas masang plang kemungkinan besar juga tidak tahu apa arti angka itu. Mereka hanya meneruskan kebiasaan orang-orang sebelumnya (Mirip kisah tentang monyet kena strum).
Daripada penasaran akhirnya aku cari artinya di Google. Dan hasilnya cukup memuaskan. Ternyata angka di belakang nama stasiun itu menunjukkan berapa ketinggian stasiun yang itu dari permukaan laut. Misalnya angka +4 bearrti 4 meter di atas permukaan laut (dpl). Kalau angkanya -2 berarti 2 meter dpl.
Loh ??? Apa hubungannya ? Apa urusannya kereta api dengan laut? Emang kereta api ada yang bisa nyelam?
Bukan begitu. Ternyata angka itu digunakan sebagai petunjuk tentang elevasi atau kontur permukaan tanah yang akan dilalui. Hubungannya adalah dengan jenis lokomotif, muatan, kecepatan dan lain-lain.
Jadi semua itu bertujuan memberikan pedoman buat masinis untuk mengambil tindakan terbaik waktu menjalankan kereta apinya.
Sekarang permasalahannya adalah:
"MASINISNYA TAHU GA ARTI ANGKA DI BELAKANG NAMA STASIUN ITU ???".
.
Foto: Koleksi Pribadi (Sudah diolah...).