Suatu sore radio di rumahku habis baterainya. Bapak dan Pak Lik-k menyuruh aku membelinya ke toko.
"Tukokno batu tanggung merk National kono ..." ("Belikan batu baterei ukuran tanggung merk National sana ...").
Dengan penuh semangat aku lari. Aku menuju warungnya mbah Jelani yang tidak jauh dari rumahku. Sesampainya di sana aku langsung merasa girang. Kulihat di etalase toko ada baterei merk National. Aku langsung membelinya.
"Mbah .... Tumbas batu National tanggung ..." ("Mbah ... Beli batu baterei National tanggung ...")
"Ora ono ..." ("Tidak ada ...") jawab mbah Jelani.
"Lha niku enten mbah ..." ("Lha itu ada mbah ...").
"Kuwe ukurane gedi ..." ("Itu ukurannnya besar ...").
Omong-omongan begitu terjadi berkali-kali. Waktu itu dalam hatiku berkata begini: "Begini ni kalo orang ga bisa baca. Masak ada baterei National di depan mata beliau bilang tidak ada. Buta huruf kali ...".
Dan aku tetap ngotot bahwa di etalasenya memang ada batu baterei merk National.
Saking mangkelnya karena aku ngeyel, akhirnya beliau mengambilkan juga batu baterei yang aku minta. Setelah aku bayar aku langsung lari pulang ke rumah. Berharap mendapat pujian karena misi selesai dengan cepat dan tepat.
Sampai di rumah aku serahkan batu baterei itu sama Pak Lik-ku.
Lalu ...
"Dene batune gedi ?" ("Kok batereinya besar ?")
"Lha kuwe merk-ke National ..." ("Lha ini kan merk-nya National ...")
"Ding sing tanggung ..." ("Tapi yang ukurannya tanggung/sedang ...")
"Tanggung ke artine opo ..." ("Tanggung itu artinya apa sich ...")
"Tanggung artine ukurane tengah-tengah. Sak adine kiye. Kono dijolke !" ("Tanggung itu artinya ukuran yang tengah-tengah. Lebih kecil dari ini. Sana ditukerin !")
Dengan menahan rasa malu dan takut-takut aku balik ke warung mbah Jelani lagi.
"Mbah ajeng ngijolaken batu ... Niki ukurane salah ..." ("Mbah mau nukerin baterei ... Ini ukurannya salah ...")
Beliau langsung ngomel:
"Mau lak wis tak omongi. Bocah kak diomongi ora nggugu. dst. .. dst ..." ("Tadi kan sudah dibilangin. Anak kok dibilangin ga nurut ... dst ... dst ...")
Aku sih pasrah saja. Walaupun mukaku panas menanggung malu di tambah dimarahi sama beliau.
Lha wong memang aku yang salah kok ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar