Kamis, 29 September 2011

Kereta Api Terakhir ...

Bulan Oktober Tahun 2008 saya pergi ke Surabaya untuk sebuah urusan. Urusan yang rencananya selesai sehari ternyata baru selesai setelah 2 hari.
Setelah urusan selesai aku buru-buru pergi ke stasiun *******. Ternyata nasibku belum mujur. Malam itu adalah malam yang sibuk. Seluruh tiket kereta jurusan Jakarta sudah ludes terjual. Melalui pengeras suara kepada para penumpang dihimbau untuk naik bus sebagai alternatif pergi ke Jakarta. Kebanyakan penumpang langsung nuruti perintah dan pergi ke Terminal Bungurasih.
Tapi waahhh ... Kalo mesti naik bus saya benar-benar merasa keberatan. Rasanya kapok karena badan pegal-pegal dan kaki bengkak. Makanya aku ga mau nurutin himbauan untuk naik bus. Aku masih mencari akal bagaimana caranya bisa naik kereta api terakhir ini. Loket masuk dijaga oleh petugas dan untuk masuk ke area peron harus menunjukkan tiket.

Aku tengak-tengok mencari peluang. Dan mataku menatap ke arah semacam troly besar yang digunakan untuk mengangkut paket kiriman barang ke dalam gerbong melalui pintu khusus barang. Akhirnya dengan sedikit berlagak layaknya karyawan aku berhasil menyusup ke dalam stasiun. Langkah pertama sukses !
Selanjutnya yang lebih penting adalah bisa terangkut kereta ke Jakarta. Aku tanya-tanya ke orang yang sudah ada di dalam gerbong ternyata mereka sudah pegang tiket semua wakaupun tiket berdiri. Kata mereka tiket memang habis terjual. Untuk menyusup sebagai penumpang gelap aku tidak berani. Karena waktu itu lagi ada razia ketat terhadap para penumpang kereta api. Apalagi aku pernah lihat ada tentara yang tidak punya karcis ditangkap dan ditekuk-tekuk oleh PM yang bertugas. Jadinya aku makin ga berani saja. Tentara saja dilipat-lipat gitu apalagi aku. Nasibku bisa lebih buruk lagi kan ...
Aku iseng-iseng nanya ke gerbong barang. Ada orang di situ yang nawarin aku naik gerbong barang. Dia suruh aku bayar 125 ribu. Aku tanya apa di perjalanan nanti aku bisa ke toilet atau makan. Katanya tidak bisa. Sampai ke Jakarta ya tetap terkunci di dalam gerbong. Aku langsung menolak. Bisa mati sesak napas aku nanti ...
Setelah pikiran buntu dan waktu sudah mepet tiba-tiba aku teringat sama sebuah teori, kalo ingin menundukkan sesuatu maka peganglah bagian kepalanya. Wah ... Nampaknya hanya ini satu-satunya harapan yang tersisa. Dengan memberanikan diri aku dekati PM yang badannya paling besar dan tampangnya paling sangar. Nampaknya dia adalah kepala keamanan di situ.
Ini dialog kami:
Saya : "Maaf Pak. Apa saya bisa minta tolong naik ke kereta ini. Saya perlu banget pulang ke Jakarta nich Pak".
PM : "Beli karcis saja sana ke loket. Minta tiket berdiri ..."
Saya : "Justru itu Pak. Saya minta tolong Bapak karena tiketnya sudah habis semua. Tolong ya Pak"
Nampaknya beliau mulai kasihan sama aku. Setelah berpikir agak lama kemudian beliau berkata.
PM : "Sini ikut saya ..."
Saya kemudian diajak ke ruang kondektur. Sama kondektur dia bilang gini:
"Iki aku titip koncoku siji yo ..."
Kondektur : "Yo".
Wah lega banget aku. Akhirnya bisa naik kereta api dan pulang ke Jakarta.
Di dalam kereta api aku malah seperti menjadi tamu terhormat. Duduk dan makan di ruang khusus kondektur.
Terima kasih ya Pak PM dan Pak Kondektur. Semoga rejeki dan kesehatan untuk Bapak berdua ...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

lha mbayar opo ora kuwi tekan jrakata pak boss ???

WK-Wonosobo mengatakan...

Ketoke aku dikiro sedulure PM-ne cak.
Dadi ora ditarik.
Cuma pas meduk tekan Jakarta aku ora kepenak.Mosok mangan turu ora mbayar. Arek nguwehi duwet yo karo sopo malah bingung ...