Kejadian ini tidak aku alami sendiri. Aku hanya mendapat cerita ini dari Ibu dan Pak Likku.
Dulu mbah Kakung saya punya kuda. Kuda itu berfungsi sebagai alat transportasi untuk keluarga. Kalo sekarang ya fungsinya mirip motor gitu lah.
Jadi Mbah Kakung dan anak-anaknya (maksudnya ibu, pak lik dan bulik) kalo bepergian agak jauh ya naik kuda. Saya benar-benar ga ngira kalo ibu saya yang lemah lembut ternyata piawai naik kuda. Aku saja naik kuda cuma kalo di Parang Tritis doank. Itu juga dituntun oleh joki aslinya.
Aku jadi pengen banget lihat ibu naik kuda. Bayanganku mirip-mirip pendekar wanita di film Saur Sepuh atawa Tutur Tinular.
Yang unik dari kuda milik mBah Kakungku adalah makanan kesukaannya. Dia paling suka makan ketan/uli. Tiap hari dia selalu minta ketan. Karena mBah Putriku punya warung hal ini tidak menjadi masalah. Ketan setiap hari selalu tersedia.
Suatu hari kuda ini dijual. Keluarga kami sebenarnya tidak tega. Ibuku malah sampai menangis. Tetapi karena sudah tidak sempat merawatnya karena sudah berganti jaman terpaksa dijual dengan harapan lebih terawat oleh pemilik barunya.
Beberapa bulan kemudian baru ketahuan kalo kuda itu digunakan untuk menarik dokar/delman. Waktu pertama kali dokar itu datang ke kota tempat keluarga kami tinggal ada kejadian yang unik dan mengharukan.
Kuda tidak mau dikendalikan untuk parkir di depan pasar tetapi malah terus berjalan menuju warung mBah Putriku. Rupanya dia masih ingat rumah lamanya. Dia berusaha melongokkan kepalanya ke dalam warung melalui jendela. Mbah Putri paham kalo itu berarti tanda bahwa dia minta makan ketan/uli. Tentu saja dengan suka cita ibukku memberikan ketan itu dan langsung dimakan dengan lahapnya.
Menurut ibuku waktu itu kudanya kelihatan kurus. Mungkin karena biasa hidup enak sekarang harus bekerja menarik dokar. Ibuku pun menitikkan air mata karena terharu ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar