Lagi-lagi cerita tentang perseteruan saya dengan Bu Rohani, guru Bahasa Daerah saya. Suatu hari saya mendapat tempat duduk paling depan karena datang ke sekolah agak terlambat. Tempak duduk yang ini adalah tempat duduk paling berbahaya. Berada di zona merah karena berhadapan atau bahkan hampir menempel dengan meja guru. Saya duduk bersebelahan dengan teman saya Budi Ristiadi.
Beberapa saat kemudian Bu Rohani masuk ke kelas untuk memberikan pelajaran. Ketika pelajaran berlangsung aku bertindak sok berani. Aku mau membuktikan sama Budi bahwa walaupun posisiku dekat dengan menara pengawas saya masih tetap berani makan di dalam kelas. Sebenarnya Budi sudah melarang dan tidak setuju tetapi aku tetap nekat.
Operasi dengan sandi Klanting Atos aku laksanakan. Aku ambil makanan kecil dari sakuku. Waktu itu makanan kecil yang kubawa adalah marning (semacam jagung goreng). Aksi berlanjut. Kedua tanganku turun ke bawah meja. Maksudnya bungkusan plastik marning itu mau aku buka di bawah meja.
Tetapi apes ...
Rupanya kedua tanganku terlalu keras merobek bungkus plastiknya sehingga bungkus plastiknya malah terbelah menjadi dua. Dan ... Byuurrrr .... Marningnya pun jatuh berhemburan ke bawah meja guru di sekitar kaki Bu Rohani. Aku sama Budi pucat pasi. Tetapi ternyata beliau hanya melirik marning-marning yang berhamburan di lantai dan tidak berkomentar sama sekali sama kelakuanku. Tampaknya kemurkaan dan kebencian beliau sama aku sudah sampai batas tertinggi. Sampai tidak bisa berucap apa-apa lagi.
Hasilnya ... Nilai Bahasa Daerah-ku di rapor ditulis dengan angka merah. Tetapi rasanya nilai itu memang pantas buatku. Orang Jawa yang gak bisa nulis Huruf Jawa. Lagian memang aku memang bodoh di pelajaran yang satu ini. Bukan karena ketidaksukaan Bu Rohani sama aku (eh ngomong-ngomong sebenarnya beliau ini orangnya cantik lho. Mirip-mirip artis Nurul Arifin ...).
Maafkan semua kesalahan saya ya Bu. Saya akan cium tangan Ibu jika suatu hari kita ada kesempatan bertemu ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar