Pas kelas 2 SMA aku main ke rumah saudaraku di Jakarta. Sepanjang perjalanan rasanya aneh banget. Maklum saja, itu adalah perjalanan terjauh pertamaku. Aku berangkat bareng adikku Wiwin yang orangnya sableng dan kocak.
Kami naik bis Sinar Jaya. Tiba di Pulogadung kami berdua langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ada suara bis Mayasari Bhakti yang suaranya mirip suara orang pilek. Begitu juga waktu kami naik bajaj. Kami menahan tawa kami pas dengar suaranya yang cempreng itu. Tapi akhirnya tawa kami jebol dan langsung terpingkal-pingkal waktu melihat dan merasakan bagaimana mudahnya bajaj berputar. Kluweerrr ... Enak banget ...
Setelah beberapa hari tinggal di Jakarta aku pengen jalan-jalan keliling Jakarta. Aku berangkat sendiri tidak mengajak adikku. Dengan bis tingkat jurusan Blok M-Kota aku melihat-lihat kota Jakarta dengan gedung-gedung pencakar langitnya.
Berangkat dari Kota yang pertama-tama terlihat adalah Hotel Jayakarta. Lalu Gajahmada Plaza. Lalu BDNI. Lalu tiba-tiba aku mendapat kejutan yang sangat menyenangkan !
Aku melihat Monas dengan mata kepalaku sendiri cing ! Monas cing ! Monaaaassss ... !
Yang sering di tipi-tipi itu !
Dapat bonus lihat Masjid Istiqlal lagi. Pokoknya puas ...
Nah waktu itu kan pas lagi heboh-hebohnya pembukaan Hotel Grand Hyatt yang bintang enam itu. Makanya waktu aku sampai Bundaran HI dan kulihat tulisan Grand Hyaat aku langsung turun di situ. Menyeberang dikit sampailah aku di depan Grand Hyatt. Aku lihat ada tulisan Plaza Indonesia. Waahh ini pasti dalamnya bagus banget.
Tapi setelah aku amati ada yang membuat aku keder waktu mau mendekat. Aku lihat pintunya adalah pintu kaca yang otomatis terbuka waktu didekati orang yang mau keluar masuk hotel (waktu itu masih jarang lho).
Aku ga berani mendekat karena ada satpam berdiri di dekat pintu. Bukannya takut. Hanya saja khawatir kalo aku mendekat ke pintu otomatis itu pintunya ga mau buka. Siapa tahu pintunya mengenali ada wong ndeso mendekat dan ga mau bukain. Malu kaannn ...
Aku cari akal agar ga kena malu kalo pintunya nanti ga mau buka. Kebetulan di tembok dan kaca-kaca di dindingnya banyak pamflet dan brosur-brosur iklan di tempelkan. Aku berlagak pura-pura baca iklan-iklan itu satu persatu sambil bergeser sedikit demi sedikit mendekati pintu. Kemudian pada jendela kaca terdekat aku masih menunjukkan lagak orang yang seperti tidak ingin masuk. Takutnya pintunya ga mau buka. Kalo ketahuan mau masuk malu kan?
Tapi setelah jarakku sama pintu tinggal semeter ternyata pintunya terbuka sendiri. Wah pintu yang baik. Tidak diskriminatif. Akupun langsung nyelonong masuk ke Plaza Indonesia ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar