Rabu, 01 Juni 2011

BELUT

Karena memang hobi saya terhadap dunia perikanan sudah begitu mendarah daging makanya saya selalu tertarik sama hal-hal yang berbau perikanan (amis ya ...). Salah satunya adalah beternak belut. Waktu masih kelas 1 SMP saya tertarik beternak belut seperti yang ditayangkan di acara-acara TVRI waktu itu (acara Bangun Desa atau Bina Tani ya?). Di situ diuraikan mengenai cara-cara beternak belut menggunakan sarana drum bekas. Drum diisi pasir, tanah, ijuk dan jerami dengan komposisi tertentu (tentu saja diisi air juga). Setelah wahana siap langkah berikutnya adalah mencari bibit belut. Di sini cerita dimulai.
Siang itu setelah pulang sekolah saya mampir ke pasar pagi (tapi siang tetep buka) di dekat terminal lama. Di situ adalah tempat menjual ikan untuk konsumsi. Termasuk belut. Seharusnya saya membeli bibit belut, tetapi karena tidak tahu harus beli di mana aku akhirnya beli belut hidup yang biasa untuk dikonsumsi. Setelah tanya harga dan sedikit tawar-menawar (sok ahli menawar lagi) akhirnya aku beli 3 kilo. Belutpun dibungkus di tas plastik hitam dan diisi sedikit air agar tetap hidup.
Selesai belanja aku pergi ke tempat angkutan mangkal. Sayangnya yang lagi mangkal di situ adalah Fajar Bakti. Mobil Izusu berwarna biru langit ini adalah salah satu angkutan yang aku benci. Leletnya minta ampun. Mana rajin berhenti untuk mencari penumpang lagi. Tetapi karena memang rejekinya dapat angkutan yang ini ya aku tetap naik juga. Karena jaraknya jauh aku mencari tempat duduk paling belakang. Di situ adalah tempat favorit yang aman untuk tidur (setelah kursi paling depan tentunya). Tidak terganggu penumpang yang turun naik. Sebelah kanan kiriku adalah  4 anak cewek SMA yang juga mau pulang sekolah. Mereka rupanya juga mencari tempat aman tanpa gangguan. Aku duduk berdesakan dengan mereka sambil menenteng tas berisi belut.
Setelah menunggu cukup lama mobil berangkat. Setengah jam mobil berangkat seperti yang sudah-sudah aku mulai ngantuk. Tapi aku berusaha menahannya agar tetap melek dan tidak ketiduran. Tapi lagi-lagi apalah dayaku menghadapi rasa ngantuk. Tanpa terasa akupun terlelap.
Lagi asyik-asyiknya terbang ke alam mimpi aku terkejut dibangunin kakak-kakak yang ada di sebelah-sebelahku. Kudengar ada ibu-ibu yang berteriak-teriak. Ada apa ini ? Aku khawatir telah terjadi keadaan darurat mengarah ke chaos.
Keadaan menjadi jelas ketika kakak sebelahku bicara sama aku:
" Dik, belutnya lepas ...".
Aku langsung nengok ke bawah. Astaga !!! Banyak sekali belut berjalan ke sana kemari di kolong kursi dan lantai mobil (persis adegan film Hollywood yang ada ular lepas di pesawat itu lho). Rupanya pas aku terlelap tadi tas plastik berisi belut yang kupegang jatuh dan isinya tumpah. Dengan perasaan malu (masuk kategori ultra malu) dan muka panas aku mulai menangkap belut-belut itu satu demi satu. Aku merangkak di antara kaki-kari para penumpang untuk menangkapnya. Kolong demi kolong aku telusuri. Masih terdengar jerit ketakutan dari beberapa penumpang (terutama dari ibu-ibu). Beberapa penumpang mencoba menolong dengan menunjukkan lokasi-lokasi belut yang belum tertangkap.
"Ini dik ... Ini dik ..."
"Di sini dik ..."
"Itu ada satu dik ...".
Begitulah kata-kata mereka yang aku dengar saat aku sedang merangkak-rangkak ke sana kemari. Bisa dibayangkan betapa berwibawa dan kharismatiknya saya waktu itu. Harkat dan martabatku untuk ke sekian kalinya kecemplung sumur.
Wok wok ketekur ... Wok wok ketekur ...
Emaaakkk ... Tolonglah anakmu iniiii ... !!!

Tidak ada komentar: