Kuliah di STAN memang penuh ketegangan. Serasai naik wahana Halilintar atawa Kora-Kora di Dufan. Penuh kejadian yang bisa bikin perut mules. Bukan cuma masalah nilai yang harus memenuhi target agar tidak DO, tetapi juga jumlah absensinya harus memenuhi kuota. Kalo ga memenuhi kuota ya mau ga mau harus rela didepak keluar. Juga masalah kesehatan dan pemakaian narkoba. Semuanya diteliti.
Tapi ternyata permainan tidak cukup berhenti di situ. Masih ada satu lagi yang menghantui mahasiswa di sana. Yaitu penelitian khusus (litsus). Sekarang sih mungkin sudah tidak ada.
Mengenai litsus ini saya ada satu cerita cukup mengenaskan yang saya temui. Beberapa minggu setelah dilakukan litsus semua mahasiswa mengalami ketegangan. Semuanya harap-harap cemas menunggu hasilnya. Sampai-sampai kadang-kadang ada yang berinisiatif menanyakannya ke sekretariat.
Suatu siang saya dapat tugas ngambil daftar absen ke sekretariat. Pas sampai ruangan saya kebarengan ketua kelas dari kelas lain yang ditugasi mahasiswa di kelasnya untuk menanyakan hasil litsus ke sekretariat. Waktu itu yang menghadapi Pak Pardi.
Pak Pardi sebenarnya sudah menolak-nolak terus. Mungkin karena belum waktunya atau bukan tugas beliau. Tapi karena anaknya terus-terusan mendesak, akhirnya Pak Pardi gusar juga. Sambil marah-marah dia membacakan hasil litsus kelas anak tadi.
Pak Pardi: " Nich hasil litsus kelas lu. Yang ga lolos namanya F***N ...!!!".
Ketua kelas: " Lho Pak ... Itu kan saya ...".
Seketika suasana ruangan jadi hening. Kami merasa serba salah.
Mahasiswa itu akhirnya balik ke kelas dengan berlinang air mata ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar