Senin, 12 September 2011

Nonton Chen Lung/Jacky Chen ... (Bagian Tiga)

Setelah naik ke atas bis seharusnya persoalan sudah selesai. Itu normalnya. Normal bagi orang-orang yang berpikiran normal. Waktu itu aku berpikir bahwa uang yang ada di kantong tinggal 50 rupiah. Padahal ongkos angkutan sampai rumah adalah 100 rupiah. Walaupun uang yang ada di kantong tidak cukup kan tinggal ngomong sama kernetnya nanti bayarnya kalo sudah sampai di tujuan. Enak kan ?

Tapi namanya juga pikiran anak kecil. Sepanjang perjalanan yang terpikir adalah sisa uang yang tidak cukup untuk bayar ongkos pulang. Dengan penuh kecemasan aku berpikir bagaimana cara mengatasi permasalahan ini.
Setelah memeras otak beberapa saat akhirnya aku menemukan solusi. Aku akan memilih turun di daerah Krakal, Kertek. Daerah ini terletak persis di tengah-tengah antara kota kelahiranku Sapuran dengan Wonosobo. Aku memilih akan turun di Krakal dengan pertimbangan bahwa di sana ada kenalan yang sudah akrab seperti saudara. Namanya Mak Jaelan. Saya akan menginap di sana.
Aku mengambil keputusan ini dan minta berhenti di Krakal tempat rumah Mak Jaelan. Setelah turun dari bis aku berjalan kaki menuju ke rumahnya. Sampai di depan rumah yang kutuju entah kenapa aku merasa malu waktu mau masuk. Jadinya bukannya mengetuk pintu dan masuk rumah, tetapi aku malah sliwar-sliwer jalan kaki bolak-balik di depan rumah Mak Jaelan. Persis gerak-gerik orang sedang bingung atau berpikir di film-film kartun. Maksudnya melakukan itu ya sambil menunggu yang empunya rumah keluar dan melihatku. Harapanku aku akan langsung disuruh masuk.
Tetapi sampai sekitar satu jam saya jalan kaki bolak-balik di depan rumah Mak Jaelan ga ada tanda-tanda salah satu dari penghuni rumah akan keluar. Tapi usaha yang gigih akan selalu menghasilkan sesuatu. Yang melihat gerak-gerikku yang mencurigakan bukan keluarga Mak Jaelan, tetapi justru salah satu tetangganya.
Melihat anak kecil jalan bolak-balik di depan rumah, dia (cewek) keluar dan masuk ke rumah Mak Jaelan. Beberapa saat kemudian seluruh isi rumah Mak Jaelan keluar. Pak Jaelan, Mak Jaelan, Iim dan Tarti keluar menyambut dan menjemputku di luar rumah.
Sungguh sebuah peristiwa yang cukup mengharukan buatku waktu itu. Dari kondisi anak kecil yang kedinginan, kelaparan, kesepian dan butuh pertolongan menjadi bak pangeran kecil yang disambut penuh suka cita. Saya tidak tahu dengan keluarga Mak Jaelan. Mengapa mereka sekeluarga begitu menyayangi aku.
Akupun langsung disuruh mandi dengan air hangat. Kemudian disuruh makan. Lahap dan enak banget aku makan waktu itu. Selanjutnya mereka bertanya kenapa malam-malam aku bisa ada di depan rumah mereka. Yach ... Daripada malu karena ketahuan telah membuat keputusan bego terpaksa aku berbohong.
Aku ngarang cerita tetapi tetap tidak melenceng jauh dari kenyataan. Aku bilang bahwa aku nonton film. Habis nonton film ternyata uang sakuku hilang 500 rupiah dan yang tertinggal di kantong tinggal 50 rupiah saja. Mereka percaya saja sama ceritaku.
Situasi saat mereka mendengarkan ceritaku laksana orang-orang yang menunggu kisah dari seorang tokoh yang pulang dari pengembaraanya. Mereka mengitari aku dan dengan telaten mendengar ceritaku. Aku benar-benar merasa menjadi orang penting. Setelah puas berbincang-bincang akhirnya kami berangkat tidur. Aku tidur bareng dua anak gadisnya Mak Jaelan yang cantik-cantik. Yaitu Iim dan adiknya Tarti. Waktu itu aku tidurnya diapit oleh mereka berdua (Waahh ... Kalo kejadiannya sekarang, bahaya banget tuh ...).
Belum berapa lama kami berbaring terdengar suara mobil truk yang berhenti di dekat rumah. Kemudian ada suara orang mengetuk pintu. Aku sudah curiga siapa yang datang. Dan benar saja dugaanku.
Bersambung ...

Tidak ada komentar: