Saya pernah ikut her untuk mata kuliah Ilmu Ekonomi Tanah. Padahal pelajaran ini termasuk yang saya sukai (setidak-tidaknya ga sebenci sama pelajaran lainnya). Waktu ujianpun aku lancar dan merasa oke-oke saja saat mengerjakannya. Tetapi rupanya dosen kami, yaitu Pak Entis Sutisna sifatnya text book. Jawaban harus persis sama dengan yang ada di buku. Akibatnya untuk mahasiswa yang bermusuhan dengan buku model saya ini (modul PPN saya kembalikan dalam keadaan baru, itu artinya selama 1 tahun berada di tangan saya nasibnya benar-benar merana kesepian) tentu saja dapat nilai jeblok.
Empat orang yang ikut her waktu itu adalah Saya, Choirudin, Adi sama Dani. Malam sebelum her berlangsung, tiga temanku ini belajar dengan sungguh-sungguh agar saat ujian ulangan nanti kondisinya siap tempur.
Dan aku ... Jreng ... Jreng ... Main karambol semalaman sama Agus, teman sekamarku.
Seperti biasanya, aku tetap menganggap gampang semua urusan. Aku pikir her ini paling-paling formalitas saja. Dan saat ngerjain soal mending aku minta bantuan teman-temanku saja.
Esoknya kami berangkat bareng menuju kantor tempat beliau bekerja di daerah Jl. Radio Dalam. Dan informasi tentang teknis pelaksanaan ujian ulangan langsung membuat nyali saya ciut. Kami akan menjalani ujian dengan cara dikompre. Tanya jawab satu persatu. Tubuhku langsung lemas. Hatiku berteriak " Oh Tuhaaann ...!!! Tunjukkan kekuasaan-Mu ...! Mukjizat-Mu sangat kuperlukan hari ini ...!
Satu persatu dipanggil. Aku dapat giliran paling akhir.
Temanku bertiga tahu, aku sama sekali tidak siap untuk her kali ini (seperti yang sudah-sudah juga siih).
Giliran pertama Choirudin. Dia keluar dengan sukses dengan mengantongi nilai 6,7.
Giliran kedua Dani. Dia lumayan mampu menjawab. Dapat nilai 6,5.
Giliran ketiga Adi. Dia juga dapat nilai 6,5.
Akhirnya tiba giliranku. Dengan badan lemas dan mata merah karena kurang tidur akibat main karambol semalaman aku duduk di depan Pak Dosen dengan hati pasrah.
Pertanyaan pertama, gak bisa jawab.
Pertanyaan kedua, gak bisa jawab.
Pertanyaan ketiga, tetap gak bisa jawab.
Beliau mulai naik pitam. Berikut ini rekaman blackbox dialog saya dengan beliau waktu itu:
Pak Dosen : "Kamu dikasih tiga pertanyaan gak bisa jawab semua !".
Aku : " Iya Pak. Maaf ...".
Pak Dosen : " Oke. Sekarang pilih sendiri bagian mana yang paling kamu bisa !".
Aku : " Bagian Klasifikasi Tanah Pak ...".
Pak Dosen : " Ya udah. Terangkan ! Aku dengerin ...!"
Aku. Diam dan berpikir sebentar. Lalu bicara : " Maaf Pak. Klasifikasi Tanah saya juga lupa Pak ...".
Beliau geleng-geleng kepala. Rupanya lama-lama beliau melihat kondisiku yang lemas dan pucat pasi karena masuk angin. Kemudian beliau bertanya lagi.
Pak Dosen : " Kamu kenapa lemas begitu. Kamu sakit ya ?".
Aku : "Iya Pak. Saya masuk angin ...".
Sepertinya beliau menjadi iba setelah melihat kondisiku. Selanjutnya beliau berkata lagi.
Pak Dosen : " Ya sudah. Kamu pulang sana. Ini nilaimu ...".
Aku : "Terima kasih Pak ...".
Berapa coba aku dikasih nilai. 6,6 !!!. Lebih bagus dari dua temanku yang lebih bisa jawab pertanyaan dosen. Aku pulang dengan hati bahagia. Dua temanku tidak bertegur sapa denganku sampai kami tiba di kampus lagi. Rupanya mereka masih mangkel karena aku dapat nilai lebih bagus.
Satu pertanyaan yang tersisa di kepalaku sampai saat ini atas peristiwa itu adalah " Kalau Pak Entis Sutisna tahu aku masuk angin gara-gara main karambol semalaman, kira-kira beliau masih mau nolong aku gak ya? Jangan-jangan aku sudah ditendang keluar dari kampus ...
He .. he .. he .. Slamet .. slamet .. slamet ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar