Rabu, 25 Mei 2011

Sebangku Tiga Sifat

Waktu itu kami bertiga, saya, Teguh sama Herdiyanto masih duduk di kelas 1 SMA. Kami bertiga duduk sebangku. Mungkin saat itu kami merasa senasib karena berasal dari SMP pinggiran.
Suatu hari Bu Indah, guru Fisika mengadakan ulangan mendadak. Kami bertiga menanggapi dengan cara berbeda sesuai dengan sifat masing-masing.
Herdiyanto : Tenang. Karena pelajaran ini memang kegemarannya. Untuk urusan Fisika, dia memang jagoannya. Lha wong buku latihan soal punya dia saja judulnya "Pengantar Teori  Thermodinamika Untuk Insinyur". Buatku buku seperti itu lebih menyeramkan dari novel horor karangan Abdullah Harahap. Ndak bakalan aku sentuh !!
Teguh : Kacau balau. Dia cemas dan bingung karena semalam tidak belajar sama sekali. Dia orangnya memang paling rajin belajar. Makanya prestasinya oke.
Aku : Tenang dan tetap kalem. Jangankan ulangan yang gak dikasih tahu. Orang yang sudah ada jadwalnya saja aku tetap gak belajar kok. Aku termasuk orang yang percaya banget sama takdir.
Sebelum ulangan dimulai kami mengatur strategi. Herdiyanto yang paling siap kami taruh di tengah. Dia akan kami manfaatkan sebagai narasumber. Saya dan Teguh sebagai pengamat (sekaligus menulis ulang di kertas ulangan kami).
Hitungan mundur dimulai. 5 .. 4 .. 3 .. 2 .. 1. Ulangan dimulai.
Herdiyanto mulai mengerjakan soal, kami berdua mulai lirak-lirik. Kelihatan banget Teguh bukan tukang contek profesional. Amatiran ! Gerak-geriknya ketahuan banget. Rupanya Bu Indah menangkap gelagat buruk ini. Beliaupun langsung mengambil tindakan represif. Herdiyanto langsung disuruh duduk di meja guru.
Tinggalah kami berdua. Dua orang berwajah bloon yang selama 45 menit pura-pura ngerjain soal untuk menutup-nutupi kebodohan kami.
Beberapa hari kemudian nilai hasil ulangan dibagi. Herdiyanto dapat 8,4. Paling tinggi sekelas. Aku dapat 1,5 dan jreng ... jreng ... Teguh dapat nilai nol ditambah bonus tanda tanya dari Bu Indah.
Herdiyanto tersenyum puas.
Aku tertawa terbahak-bahak.
Teguh menangis. Sungguh tiga tipe pria yang sangat berbeda.
Kenapa aku dapat nilai 1,5 sedangkan Teguh dapat nol. Itu karena aku adalah seorang profesional. Aku ikuti semua yang ditulis oleh Herdiyanto barengan saat dia ngerjain soal. Sedangkan Teguh walaupun maksudnya nyontek, tapi masih ada usaha mengerjakan soal sendiri. Jadi ketika Herdiyanto disuruh pindah aku sudah dapat paling tidak satu soal selesai. Sedangkan Teguh ? Kertas ulangan dia masih seputih salju. Hanya oret-oretannya yang ada tulisannya.
Tetapi rupanya peristiwa ini mengandung hikmah yang luar biasa buat kami bertiga.
Buat Herdiyanto: Dia menjadi semakin mencintai Fisika dan semakin giat belajar ...
Buat Teguh : Ini adalah titik balik buat dia. Sejak saat itu dia tidak pernah lalai belajar setiap hari. Sehingga setiap saat dia selalu siap menghadapi ulangan. Makanya prestasinya langsung melesat ...
Buat saya : Lain kali kalo nyontek saya akan lebih hati-hati dan lebih cepat biar tidak ketahuan dan nilainya juga lebih bagus ...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hehe2... Ketahuan deh kartuku... By Teguh..

Anonim mengatakan...

Sayang kalau kisah ini hilang begitu saja ...