Waktu masih tugas di Sampit, biasanya aku potong rambutnya di salon Adam. Menurutku potongannya bagus dan harganya cukup murah. Yaitu Rp. 4.000,-. Karena ingin meningkatkan pelayanan, salon itu memasang AC. Akibatnya dia menaikkan harga potong rambut menjadi Rp. 7.500,-. Cukup mahal untuk ukuran waktu itu.
Sayapun mencoba potong rambut di salon yang sudah ber-AC. Tapi ternyata keadannya tidak seperti yang kuinginkan. Rupanya lebar ruangan dengan kekuatan AC yang dipasang tidak seimbang. Bukannya menjadi dingin, hawanya malah makin panas.
Tetapi yang punya salon nampaknya terlalu percaya diri dan tetap memegang prinsip bahwa ruangan yang pakai AC pasti dingin. Terutama yang laki-laki. Tampangnya kelihatan pede dan pantang ditegor (ga tau lagi kalo kondisi sekarang).
Jadinya aku yang lagi cukur malah basah kuyup oleh keringat. Kebayang kan rasanya. Kulit yang berkeringat dan ditempeli potongan-potongan rambut. Gatal-gatal dan perih. Aku kapok dan tidak mau potong rambut di situ lagi. Harga dengan pelayanan tidak sesuai.
Sebulan setelah itu aku mendapat kabar gembira bahwa aku diterima untuk kuliah lagi di Jakarta. Sebelum berangkat ke Jakarta agar tampak lebih rapi aku mau potong rambut dulu. Tetapi tentu saja aku masih ingat peristiwa potong rambutku yang terakhir. Aku tidak mau lagi cukur di salon Adam.
Mengendarai motor aku menuju pasar. Muter-muter sebentar aku nemu tukang cukur yang cukup ramai. Mungkin potongannya bagus atau harganya murah pikirku. Buktinya ramai kan?
Aku masuk dan dipersilahkan duduk. Langsung dilayani. Tukang cukurnya bapak-bapak yang kelihatan orang kampung. Potongan rambutnya juga jelek banget. Aku duduk dan menunjuk gambar seperti apa model rambut yang kuinginkan. Tukang cukurnyapun menyanggupi. Pemotongan segera dimulai.
Makin lama aku semakin cemas. Tukang cukurnya sepertinya bukan tukang cukur yang ahli. Cara ngguntingnya kelihatan kaku. Hasil potongan tidak menunjukkan tanda-tanda menuju model rambut yang kuinginkan. Dia kelihatan tidak pede. Jadinya malah rambutku dipotong makin lama makin tipis. Dan akhirnya jadilah kepalaku dibotakin sama dia. Kata Si Sirik: Lagi ... lagi ... siaaa ...aalll.
Tidak sampai di situ saja kemalanganku. Pada saat mengerok rambut pakai pisau cukur, keadaannyapun mengerikan. Pisau cukurnya bekas orang tanpa dicuci. Habis nyukur juga dilapkan digundukan rambut yang entah sudah berumur berapa puluh tahun dan terdiri dari kumpulan rambut berapa ribu orang.
Selesai potong rambut aku mau bayar. Moga-moga di sini peruntunganku lebih baik.
Dan harganya adalah : Rp. 7.500,-. Sama dengan harga di salon Adam yang ber-AC (walaupun panas), bersih, dan dilayani oleh orang-orang cantik.
Karena hasil potong rambutku sangat jelek (botak) sebelum balik ke kantor aku mampir dulu ke toko untuk membeli topi. Aku pilih topi yang agak mahal. Harganya Rp. 17.500,-. Topi itu akhirnya aku berikan kepada Yuli sebagi kenang-kenangan sebelum aku meninggalkan Sampit.
Melihat potongan rambutku setiap teman kantor yang lihat pasti bilang gini:
"Syukuran keterima sekolah lagi yaaa ...". Nasiibbb...
Belakangan baru kuperoleh info bahwa tempat aku potong rambut adalah tempat potong rambut yang biasanya digunakan oleh para tentara. Pantesan bisanya motong model cepak sama botak doang ...
Jadi rincian kerugianku akibat tidak potong rambut di salon Adam adalah:
1. Model rambutku jelek ...
2. Tempatnya kotor dan gak pake AC ...
3. Tukang cukurnya jelek ...
4. Peralatan tidak higienis ...
5. Harganya sama saja ...
6. Terpaksa harus beli topi seharga Rp. 17.500,-.
Yach ... Namanya juga lagi apes ...
2 komentar:
saya biasa potong rambut di potong rambut madura..tarifnya skitar 7rb-10rb..itupun modelnya sdh sesuai instruksi kita
di kendari ini saya ga nemu potong rambut madura..
klo ke salon tarifnya 40rb-45rb..
ada jg beberapa potong rambut lokal 10rb an, tp ya itu potong model cepak..hihi
Sy sdh cerita kan. Saya sm anak cukurnya di tempat yg sama dg Deddy Mizwar. Tarifnya dewasa 8 ribu anak2 7 ribu. Murah banget. Padahal hasil potongannya bagus bgt. Makannya ramenya minta ampun ...
Posting Komentar