Ini adalah kisah tentang seorang sopir angkutan jurusan Wonosobo-Purworejo. Angkutan ini merupakan kendaraan berbentuk bus berukuran mini. Kami biasa menyebutnya mikro.
Saya tidak tahu Pak Gimbal itu nama asli atau hanya julukan saja. Rambutnya juga tidak gimbal seperti Bob Marley atau mBah Surip. Tampang, kumis sama rambutnya persis seperti Sam Bimbo.
Melihat tampang dan perawakannya, orang akan berpikir bahwa dia adalah tukang kebut-kebutan. Tetapi ternyata bukan itu yang membuat dia terkenal. Dia terkenal justru karena cara nyopirnya yang lambat, tukang ngetem dan telaten sekali mencari penumpang. Biar kata penumpang di kejauhan masih kelihatan sebesar batang pentol korek api, dia akan dengan sabar menunggunya. Anak-anak sekolah, termasuk adik-adikku paling anti naik angkutan yang satu ini.
Suatu hari saya bertiga dengan adik-adik saya yaitu Iis dan Indra (Hesti) disuruh ibu membeli tape merk SIMBA untuk adik bungsu saya Hendrat. Kami membelinya di toko "SINAR". Sehabis membeli tape kami mencari angkutan di depan toko roti "VARIA".
Peruntungan kami waktu itu rupanya sedang kurang baik. Yang ada di sana ternyata mobil angkutan punya Pak Gimbal. Adik-adik saya ga mau naik. Tapi saya ga enak karena kenal sama dia dan diapun sudah melihat kami. Akhirnya kami terpaksa naik. Rupanya Pak Gimbal bisa membaca gelagat bahwa kami naik angkutannya karena terpaksa.
Mungkin untuk membalas dendam dan melehke (menyindir) adik-adik saya, dia segera mengajak kernetnya berangkat. Tidak seperti biasanya. Mobilnya langsung tancap gas, ngebut dan tidak pernah ngetem mencari penumpang. Mobilnya hanya berhenti kalo ada penumpang naik atau turun saja. Bahkan sampai di Kertek, di mana biasanya semua angkutan berhenti untuk ngetem dan mencari penumpang, dia tetap langsung bablas. Pokoknya ngebut terus seolah-olah mau beraksi dan memberikan bukti sama kami, bahwa diapun bisa sama dengan angkutan-angkutan lainnya.
Nah ... Saking ngebutnya itu (atau mungkin karena tidak terbiasa ngebut), sampai-sampai waktu menurunkan penumpang di Kalikajar kernetnya ketinggalan. Dia baru menyadarinya setelah sampai di Tanjungsari. Ternyata asisiten dia tukang tarik ongkos angkutan sudah tidak ada. Akhirnya terpaksa dia memperlambat laju kendaraannya. Dia berharap kernetnya numpang angkutan di belakangnya. Benar saja. Beberapa menit kemudian ada mikro lain yang menyusul dengan membawa kernetnya. Lalu diapun melaju dengan kencangnya menuju Sepuran. Setelah sampai kami turun di depan Pasar Sapuran. Dari spion kulihat tampang Pak Gimbal puas dan bangga karena sudah berhasil ngebut waktu membawa kami tadi.
Dari depan pasar kami berjalan kaki menuju rumah makan "TENDA BIRU". Di sana ibu dan adikku sudah menunggu kami ...